Tangis Seorang Veteran saat Ingat Rekan Seperjuangan Keliling Jual Kalender Demi Sambung Hidup
Wajah Alaudin seketika memerah, air matanya pun menetes ketika ditanya kehidupan para veteran di Sumatera Utara
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Wajah Alaudin seketika memerah, air matanya pun menetes ketika ditanya kehidupan para veteran di Sumatera Utara. Ia tertunduk seraya menghela napas dan mengaku sedih melihat kondisi teman-temannya saat ini.
"Masih banyak yang susah. Mereka rata-rata tidak punya rumah. Nyewa-nyewa saja mereka. Itu pun ada yang terusir, karena tidak sanggup membayar biaya sewa," tutur Ketua Legiun Veteran Republik Indonesia Sumut tersebut di kediamannya, Rabu (16/8/2017).
Baca: Jokowi Bersalaman dengan SBY, Tamu Negara Tepuk Tangan
Ia menceritakan, para veteran banyak yang hidupnya tidak layak. Ada yang menumpang hidup kepada orang lain, dan ada yang hidup sebatang kara. Padahal semasa muda, para veteran sudah berjuang mati-matian demi kemerdekaan bangsa ini.
"Kami para veteran ini tidak punya apapun, lantaran kami dahulu tidak mencari harta. Kami meninggalkan semua kehidupan kami. Bahkan, kami banyak yang kehilangan harta demi memperjuangkan bangsa ini," katanya.
Baca: Mengenal Sosok Ica Pembawa Baki Bendera Merah Putih yang Hobi Pelihara Ular Piton
Saat bercerita, ia juga terisak ketika terkenang teman-temannya yang terpaksa mengemis dan berkeliling menjajakan kalender demi menyambung hidup. Kejadian tersebut, ia sebut, benar-benar membuat benaknya serasa tersayat.
"Jangan sampai ada lagi yang mengemis atau berjualan kalender seperti dulu. Sekarang, kami sudah tidak begitu lagi memang. Pemerintah sudah memberi bantuan Rp 1,5 jutaan setiap bulan, tapi itu masih sangat-sangat tidak cukup," ujarnya.
Alaudin menuturkan, kehidupan keluarga veteran di Sumut juga banyak yang melarat, lantaran orangtuanya lebih mendahulukan negara daripada keluarga. Ia mencontohkan, Kapten Hamid yang gugur dan meninggalkan enam anak dan seorang istri.
"Bagaimana coba hidup keluarga yang begini. Tentu susah, pendidikan anaknya pasti tidak terurus. Untuk cukup-cukup makan saja, saya rasa susah dipenuhi seorang istri untuk menghidupi enam anak. Namun, perhatian pemerintah untuk hal begini sangat minim," ujarnya.
Ia menambahkan, teman-temannya semasa berjuang banyak yang ingin tinggal di panti jompo. Pasalnya, mereka tidak punya siapa-siapa lagi.
"Saya punya panti jompo, yang di situ ada 12 orang. Teman-teman veteran banyak yang meminta tinggal di panti jompo itu, karena mereka sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Betapa sedih dan kekuranganya hidup mereka," katanya.
Ia menceritakan, sebenarnya para veteran, juga ingin terlibat mengisi kemerdekaan dengan mewariskan nilai-nilai perjuangan, mewariskan semangat tanpa pamrih dan menceritakan perjuangan mereka kepada anak-anak muda. Namun, saat mereka hendak berpartisipasi selalu terkendala biaya.
"Kami mau buat kegiatan menyalurkan semangat berjuang untuk negara ini. Apalagi saat ini, sudah banyak yang lupa perjuangan para pejuang dulu. Kami mau ke sekolah-sekolah dan ketemu anak-anak muda. Kami mencoba meminta bantuan dana dari Pemerintah Sumut, tapi nggak pernah ada," katanya.