Putusan MK Menegaskan Kesetaraan Kesempatan Laki-laki dan Perempuan Jadi Gubernur DIY
"Dalam konteks kesetaraan kesempatan antara laki-laki dan perempuan di politik betul,"
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
Adapun bunyi Pasal 18 ayat (1) huruf m UU KDIY, yakni "Calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur adalah warga negara Republik Indonesia yang harus memenuhi syarat: m. menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat, antara lain riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri dan anak".
Dalam pertimbangannya, MK menilai, adanya kata "istri" berpotensi dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum.
Sebab ketentuan yang berlaku pada pasal tersebut bersifat akumulatif atau dengan kata lain, semua persyaratan yang ada di dalam pasal harus terpenuhi.
Namun pada saat bersamaan, tidak menutup kemungkinan terjadi keadaan yang bertentangan dengan aturan yang berlaku.
Kemudian, ketentuan tersebut bertentangan dengan semangat Pasal 18B ayat (1) UUD 1945 yang menyebut bahwa Negara menghormati pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa.
Menurut Mahkamah, Pasal 18 ayat 1 huruf c UU KDIY menyatakan bahwa "bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono untuk calon Gubernur dan bertakhta sebagai Adipati Paku Alam untuk calon Wakil Gubernur" merupakan salah satu syarat.
Adanya kriteria tentang siapa yang berhak atau memenuhi syarat untuk jabatan tersebut merupakan urusan internal Kasultanan dan Kadipaten yang oleh UUD 1945 maupun UU KDIY diakui sebagai bagian dari keistimewaan DIY.
Karena itu, mengenai siapa yang berhak atau memenuhi syarat sebagai Sultan Hamengku Buwono atau Adipati Paku Alam ditentukan oleh hukum yang berlaku di Kasultanan dan di Pakualaman.
Selain itu, Mahkamah menilai bahwa adanya kata "istri" membuat aturan tersebut diskriminatif.
Menurut Mahkamah, dalam masyarakat Indonesia yang demokratis, tidak ada gagasan moral yang terganggu atau terlanggar jika perempuan menjadi calon Gubernur dan Wakil Gubernur DIY