Politikus Gerindra: Pansus Tak Bisa Dijerat Pasal Menghalangi Proses Hukum
Desmond membantah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Komisi III bertujuan untuk menyerang atau melemahkan KPK.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Partai Gerindra Desmond J Mahesa menyebutkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa memidanakan anggota Pansus Angket dengan pasal 21 tentang upaya menghalang-halangi proses hukum atau Obstruction of Justice.
Hal itu kata Desmond berdasarkan penjelasan Jaksa Agung HM Prasetyo.
"Kemarin rapat saya pimpin Jaksa Agung niatnya apa menghalangi-halangi, kalau itu melaksanakan tugas seperti pansus apakah bisa dipidana? Kalau kita memakai omongan Jaksa Agung enggak bisa dipidana," kata Desmond di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta. Selasa (12/9/2017).
Desmond mengatakan, dalam rapat dengar pendapat dengan KPK, sejumlah anggota Pansus angket ditugaskan ke Komisi III.
Menurutnya penugasan sejumlah anggota Pansus ke Komisi III adalah hal wajar.
"Hari ini kan banyak persepsi seolah-olah hari ini kayak pansus, bukan ini tugas pengawasan DPR tapi kalo memang ada orang yang di-BKO oleh fraksinya di komisi bukan sesuatu aneh, dalam DPR sudah biasa," katanya.
Desmond membantah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Komisi III bertujuan untuk menyerang atau melemahkan KPK.
Baca: Survei CSIS: Kepuasan Terhadap Kinerja Pemerintah Tahun 2017 Kembali Meningkat
Pertanyaan yang diajukan hanya juga bukan berdampak pada rekomendasi akhir Pansus. Rapat kerja tersebut, hanya untuk mengevaluasi kinerja yang dirasa merugikan publik.
"Apa yang memperlemah KPK, itu adalah mempertegas apa-apa yang belum tegas di KPK. Ya ini hanya RDP saja, bukan Pansus yang berdampak ada rekomendasi. Kalau Pansus ada rekomendasi, kalau komisi penggalian sesuatu yang merugikan masyarakat, sesuatu yang ditanyakan," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo menyebutkan, upaya itu diambil karena tindakan yang dilakukan Pansus Angket KPK selama ini dianggap menghambat penegakan hukum yang tengah dilakukan pihaknya, terutama dalam kasus korupsi e-KTP.
"Kami sedang mempertimbangkan, misalnya kalau begini terus (pasal) obstruction of justice bisa saja kami terapkan, karena kami sedang menangani kasus besar yang terus dihambat," kata Agus di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (31/8/2017).
Agus menuturkan, gerakan anti-korupsi tidak boleh berhenti. Dia juga berharap masyarakat terus mendukung dan mengawal KPK dalam memberantas korupsi di Indonesia.
"Mudah-mudahan, kalau rakyat mendukung juga, kami bisa optimal melakukan kerja pemberantasan korupsi," kata Agus.
Pasal yang mengatur obstruction of justice tertuang dalam pasal 21 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ada pun bunyi pasal 21 itu adalah, setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).