Ahli Psikologi Forensik Sebut Miryam Gunakan Kalkulator Untuk Hitung Pembagian Uang e-KTP
"Ada respon-respon positif dia mau bekerja sama atau koperatif terhadap pertanyaan-pertanyaan penyidik dan memastikan dengan menghitung,"
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Miryam S Haryani menggunakan kalkulator saat diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penyidikan dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011.
Kalkulator itu digunakan untuk menghitung terkait pembagian dana terkait anggaran e-KTP.
Baca: Golkar Pastikan Setya Novanto Koperatif Terhadap Panggilan KPK
"Itu untuk menekankan hitung-hitungan mengenai dana waktu itu," kata Ahli Psikologi Forensik Reni Kusumowardhani dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (18/9/2017).
Menurut Reni, Miryam menggunakan kalkulator tersebut untuk memastikan pembagian sejumlah tersebut.
"Jadi dia mencoba menghitung menggunakan kalkulator pada waktu itu," ungkap Reni.
Baca: Kementerian PUPR Bor Tanah Cari Air Hadapi Kemarau
Kondisi tersebut, ungkap Reni, dalam bahasa psikologis disebut sebagai 'response fight' yang positif.
Miryam berusaha untuk menghadapi keadaan yang membuat dia tidak nyaman karena berada di situasi yang tidak biasa.
"Ada respon-respon positif dia mau bekerja sama atau koperatif terhadap pertanyaan-pertanyaan penyidik dan memastikan dengan menghitung," ungkap dia.
Baca: Bos Garuda Indonesia Ngotot Kepada Produsen Tunda Tambah Pesawat
Reni menambahkan pada saat itu Miryam juga mengalami konflik batin karena nama-nama yang dia sebut dalam BAP tersebut yang membuat dia serba salah.
Di satu sisi, Miryam harus mengungkapkan nama-nama tersebut.
Namun, di lain pihak dia akan menerima dampaknya jika tidak menguraikannya.
Reni bersama dua ahli lainnya telah menganalisis empat video pemeriksaan Miryam.
Miryam diperiksa sebanyak empat kali dalam penyidikan tersangka dugaan korupsi yang menjerat Irman dan Sugiharto.
Sebelumnya, Miryam ditetapkan menjadi tersangka karena mencabut seluruh isi Berita Acara Pemeriksaannya di KPK saat penyidikan kasus dugaan koruspi e-KTP.
Miryam mencabut karena mendapat ancaman dan tekanan dari penyidik KPK.
Miryam kemudian didakwa Pasal 22 jo Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.