Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Setara Institute: Manuver Panglima TNI Sudah Berlebihan, Presiden Harus Lakukan Evaluasi

Ketua Setara Institute, Hendardi meminta kepada presiden sebagai panglima tertinggi untuk segera melakukan evaluasi kepada Panglima TNI.

Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Setara Institute: Manuver Panglima TNI Sudah Berlebihan, Presiden Harus Lakukan Evaluasi
Repro/KompasTV
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo memberikan keterangan pers usai menggelar acara pertemuan dengan mantan petinggi TNI di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (22/9/2017). 

Menurut TB Hasanuddin, peryataan Gatot hanya membuat situasi semakin riuh terlebih penyampaian tersebut dinilai tidak pada tempatnya.

"Melempar informasi yang notabene itu, dinggap informasi yang sensitive saya sebut saja kepada publik itu menurut saya tidak pada tempatnya. Sebaiknya dihindari, dan ternyata benar kemudian menjadi riuh, masyarakat menilai ada apa ini? 5000 pucuk senjata itu sama dengan 5 Batalion Tempur. Ada apa dan mengapa?," kata TB Hasanuddin saat ditemui di Gedung DPR.

Meski TB Hasanuddin menilai peryataan Gatot tidak perlu di polemik lebih lanjut setelah Menkopolhukam, Wiranto membuat peryataan, namun seharunya Panglima mengetahui mekanisme penyampaian informasi yang ada.

Panglima harus melakukan komunikasi keistitusi terkait terlebih dahulu sebelum menyampaikan pesan lalu diteruskan kepada Presiden.

"Pejabat negara itu harus paham betul soal aturan perundang-undangan juga soal prosedur dan termasuk di dalamnya etika. Prosedurnya kalau ada informasi seperti itu, diskusikan saja dengan instansi terkait telfon atau dipanggil," ungkap TB Hasanuddin

"Kalau sulit dicapai lapor kepada Menkopolhukam karena beliau punya kewenangan untuk memanggul dan mengkoordinasikan. Kalau itu juga sulit lapor langsung Presiden. Pasti Presiden akan melakukan upaya," kata dia.

Sudah Sesuai Aturan

Berita Rekomendasi

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto menjelaskan, pemesanan 500 senjata yang dilakukan BIN sudah sesuai aturan. Yakni, dengan mengajukan izin pemesanan ke Mabes Polri.

"Mengajukan ke polri untuk pengadaan nanti setelah mendapat rekomendasi, rekomen itu diajukan mau beli ke luar negeri atau mau beli ke PT Pindad," ujar Setyo di Mabes Polri, Senin (25/9/2017).

Setyo menerangkan, jika senjata dipesan di luar negeri maka harus membuat surat izin import. Dalam surat itu, dicantumkan negara tujuan yang hendak dipesan senjata. Sedangkan, jika senjata dipesan dari dalam negeri, misal PT Pindad, melalui izin Mabes Polri.

Setelah senjatanya dipesan oleh BIN, maka senjata itu, dikirimkan ke Mabes Polri untuk diidentifikasi.

"Setelah identifikasi, semua selesai dokumentasi, kartu pemegang, kartu senjatanya baru diserahkan ke yang bersangkutan," ujar Setyo.

Menurut Setyo pembelian senjata BIN tidak perly izin ke Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, "Enggak ada," ujarnya.

Polemik pembelian 5.000 pucuk senjata muncul pasca rekaman pernyataan Gatot Nurmantyo saat menggelar acara silaturahmi dengan para purnawirawan jenderal dan perwira aktif di TNI tersebar.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas