Akankah Setya Novanto Lolos Seperti Budi Gunawan?
Terlepas dari kewaspadaan yang diserukan Bivitri Susanti, seorang politikus Golkar, meyakini Setya Novanto belum lolos dari jerat hukum.
Editor: Hasanudin Aco
Wakil Ketua KPK Laode Syarif, dikutip Tempo mengatakan, "Tidak ada target (waktu). Kami lagi berpikir untuk mengolah (bukti-bukti baru yang akan diajukan untuk menetapkan lagi Setya Novanto sebagai tersangka) terlibih dahulu."
Terlepas dari kewaspadaan yang diserukan Bivitri Susanti, seorang politikus Golkar, meyakini Setya Novanto belum lolos dari jerat hukum
"Lolos apanya?" sergah Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Golkar Yorrys Raweyai, dalam wawancara dengan BBC Indonesia.
"Praperadilan itu hanya terkait pada prosedur, tidak masuk ke materi perkara E-KTP," kata Yoris.
"Kalau lihat dari yang sudah-sudah, KPK kalah di praperadilan, tapi banyak yang disidik lagi, kasusnya terus diproses terus sampai pengadilan, dan (terdakwa) dinyatakan bersalah dan dihukum," kata Yoris.
Terlebih, kasus E-KTP ini melibatkan banyak tersangka dan terdakwa lain.
Karenanya, Yorrys Raweyai kukuh dengan rekomendasi tim kajian elektabilitas yang dipimpinnya, bahwa Setya Novanto, kendati menang di pra-peradilan, sebaiknya menunjuk pejabat pelaksana Ketua Umum untuk menggantikannya.
Alasannya, elektabilitas Golkar jatuh drastis sejak Setya Novanto jadi tersangka, dan kemenangan di pra-peradilan tak mengubah situasi, lebih-lebih karena kasusnya tidak dengan sendirinya gugur.
Kabar beredar bahwa Yorrys dipecat dari jabatannya sebagai Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Golkar, namun Yoris menyatakan bahwa hal itu tak benar.
Juru bicara Mahkamah Agung, Suhadi membenarkan, bahwa kemenangan di prapradilan tidak berarti Seya Novanto langsung terbebas dari kasus E-KTP yang dinilai merugikan negara sebesar Rp2,3 triliun.
"KPK masih berwenang untuk menyidik lagi, dan menetapkan yang bersangkutan (Ketua DPR RI Setya Novanto) sebagai tersangka," kata Suhadi kepada BBC Indonesia.
Ia menyebut, hal itu diatur dalam Peraturan MA Nomor 4 Tahun 2016.
"Jadi putusan praperadilan hanya menentukan keabsahan penetapan tersangka, namun tidak menghilangkan perbuatan pidana itu sendiri. Dan tidak menggugurkan kewenangan penyidik untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka lagi," katanya.