Kisah Prajurit Cakrabirawa Selamatkan Polisi Dari Lubang Buaya Dalam Peristiwa G30SPKI
Kamis malam, 30 September 1965, suasana Lubang Buaya di Kecamatan Pondok Gede, Bekasi Selatan, begitu mencekam.
Prinsip dia sebagaimana doktrin prajurit, perintah atasan wajib dipatuhi dan haram mengingkarinya.
Ishak mendampingi atasannya itu kemana pun Letkol Untung pergi.
Meski diliputi teka-teki, dia segan bertanya.
Hingga akhirnya, dia tahu mobil yang ditumpanginya bersama Letkol Untung menuju ke sebuah hutan di kawasan Lubang Buaya.
Semakin malam, pikiran Ishak terganjal banyak pertanyaan.
Ishak terkejut lantaran kawasan itu telah ramai meski berada di hutan.
Dia melihat di tempat itu hanya ada tentara bersenjata.
Sama sekali Ishak tak melihat warga sipil yang membaur.
Sama sekali pula tak terdengar nyanyian atau yel-yel milik kelompok tertentu.
Malam telah larut ketika pasukan yang ada dibagi ke dalam grup-grup lalu bergerak menyebar ke sejumlah penjuru.
Kabar yang didengarnya, pasukan itu diutus menjemput sejumlah jenderal kontrarevolusi agar menghadap Pemimpin Besar Revolusi, Soekarno.
Jumat dini hari, 1 Oktober 1965, truk-truk pembawa pasukan tiba kembali di Lubang Buaya.
Ishak mengaku terhenyak melihat jasad beberapa jenderal.
Tanda tanya yang menggumpal di kepalanya berubah menjadi firasat tak mengenakkan.
Bayangan gelap mulai menggelayuti benaknya.
"Saya kira para jenderal itu dibawa hidup-hidup menghadap Presiden (Soekarno). Lha, ini sudah meninggal. Waduh, ini malapetaka, pikir saya begitu," tuturnya menerawang.
Tak lama setelah mayat-mayat jenderal itu dikubur, kawasan Lubang Buaya kembali hening.
Seluruh pasukan memutuskan bubar.
Ke manakah Letkol Untung yang meminta pengawalan Ishak?
"Pak Untung sudah minggat. Pasukan saya juga sudah minggat. Saya diserahi memimpin para sopir itu kembali ke markas," paparnya. (*)