Kapolri Ingin Penyidik dan Jaksa Satu Atap di Densus Tipikor, Ini Alasannya
Sistem seperti itu ingin diterapkan agar berkas perkara tak bolak balik antara Kepolisian-Kejaksaan seperti yang selama ini terjadi.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menyampaikan, pihaknya ingin mengadopsi sistem penuntutan seperti di KPK untuk diterapkan dalam Detasemen Khusus (Densus) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Di KPK, penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dilakukan dalam satu atap.
Sistem seperti itu ingin diterapkan agar berkas perkara tak bolak balik antara Kepolisian-Kejaksaan seperti yang selama ini terjadi.
Baca: BNN Temukan Fakta Lapas Belum Steril Dari Bisnis Narkoba
"Kami sudah siapkan tempat untuk satu atap di eks Polda Metro Jaya. Namun, kalau tidak bisa satu atap paling tidak dari Kejaksaan Agung membentuk tim yang bisa melekat sehingga perkara ini tidak usah bolak-balik," ujar Tito dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/10/2017).
Kapolri menambahkan, salah satu kelebihan KPK adalah penyidik dan penuntut umum bisa berkoordinasi langsung. Hal itu dianggapnya baik untuk dicontoh.
"Tanpa mengurangi kewenangan teman-teman Kejaksaan dalam penanganan korupsi. Ini hanya tim kecil yang disiapkan untuk mendukung penuntutan sehingga tidak ada perkara yang bolak balik," tuturnya.
Kapolri berharap, pimpinan dan anggota Komisi III bisa ikut mendukung dan menyampaikannya agar kesepakatan tersebut bisa tercapai.
"Sehingga ada kesepakatan antara Polri dan Kejaksaan tentang tim ini," ucap Kapolri.
Dalam kesempatan tersebut, Kapolri juga memaparkan rencana struktur Densus Tipikor di Polri.
Densus Tipikor nantinya akan dipeperkuat 3.560 personel dan dipimpin oleh seorang jenderal bintang dua.
Kepala Densus Tipikor akan bertanggungjawab langsung kepada Kapolri.
Satgas Tipikor tersebut akan dibagi tiga tipe, yakni tipe A (enam satgas), tipe B (14 satgas) dan tipe C (13 satgas).
Jumlah kebutuhan personel sebanyak 3560 polisi. Dibutuhkan anggaran sekitar Rp 2,6 triliun untuk membentuk Densus Tipikor.
Jaksa Agung menolak
Kejaksaan Agung sebelumnya enggan bergabung dengan Densus Tipikor.
Menurut Jaksa Agung M Prasetyo, jika bergabung Densus Tipikor, ada kekhawatiran Kejaksaan Agung dinilai sebagai saingan KPK.
"Menghindari ada anggapan nanti ini (bergabungnya kejaksaan ke Densus Tipikor) dianggap saingan KPK," kata Prasetyo, saat rapat dengan Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/10/2017).
Apalagi, memang belum ada dasar hukum penyatuan Polri dan Kejaksaan dalam sebuah lembaga untuk memberantas korupsi.
Oleh karena itu, Kejaksaan memilih tetap berpegang pada KUHAP yang mengatur bahwa Kejaksaan menerima hasil penyelidikan dan penyidikan dari Polri untuk diproses.
Prasetyo juga menyebut sudah seharusnya seluruh fungsi penuntutan tindak pidana termasuk korupsi dikembalikan ke kejaksaan.
Hal itu mengacu pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.
"Kalau kenyataannya undang-undang seperti itu ya kita laksanakan. Hanya single procecutor itu universal. Saya rasa di negara lain pun juga begitu. Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Jaksa Agung dinyatakan sebagai penuntut tertinggi," kata Prasetyo.
Berita ini sudah tayang di Kompas.com dengan judul: Mencontoh KPK, Kapolri Ingin Penyidik dan Jaksa Satu Atap di Densus Tipikor