Jaksa Agung: Tidak Ada Alasan Lagi Tunda Eksekusi Aset Yayasan Supersemar
Rencananya Kejagung akan kembali menanyakan langkah penyitaan kepada PN Jaksel.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung, Muhammad Prasetyo, meminta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) untuk segera mengeksekusi aset milik Yayasan Supersemar.
"Ya ini sekarang kewajiban dari ini dari Pengadilan Negeri untuk segera memenuhi gugatan, tuntutan kita supaya dieksekusi. Selama ini kita sabar menunggu," ujar Prasetyo kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jln Sultan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (3/11/2017).
Prasetyo mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan semua upaya hukum.
Menurutnya PN Jaksel harus memenuhi kewajiban mengeksekusi aset milik Yayasan Supersemar.
"Sekarang sudah turun putusannya amaning sudah kita bayar sudah lama kita bayar. Jadi semuanya sudah kita lakukan kewajiban kita sebagai pihak yang minta eksekusi sudah kita lakukan, tinggal sekarang Pengadilan Negeri," kata Prasetyo.
Baca: Mahfud MD: Perlu Dibentuk Tim Pencari Fakta Kasus Novel
Rencananya Kejagung akan kembali menanyakan langkah penyitaan kepada PN Jaksel.
"Iya dong, kita akan tanyakan lagi kan, putusannya kan baru kita dengar turun dari MA. Tentunya enggak ada alasan lagi untuk menunda-nunda putusan pelaksanaan itu," kata Prasetyo.
Eksekusi aset Yayasan Supersemar sedianya dilakukan pada 28 Januari 2016. Namun, berkas asetnya bolak-balik antara Kejagung dan PN Jaksel karena daftar asetnya yang belum tercatat lengkap.
Yayasan Supersemar diwajibkan membayar kepada negara sebagaimana putusan Mahkamah Agung (MA) sebesar Rp 4,4 triliun.
Daftar aset yang semestinya disita antara lain 113 rekening berupa deposito dan giro, dua bidang tanah seluas 16.000 meter persegi di Jakarta dan Bogor, serta enam unit kendaraan roda empat.
Kasus Yayasan Supersemar bermula saat pemerintah menggugat Soeharto (Presiden kedua RI Soeharto selaku Tergugat I) dan Yayasan Supersemar (Tergugat II) atas dugaan penyelewengan dana beasiswa Yayasan Supersemar.
Dana yang seharusnya diberikan kepada siswa/mahasiswa itu ternyata disalurkan kepada sejumlah perusahaan.
Dalam putusan kasasi yang dijatuhkan oleh Harifin A Tumpa, Rehngena Purba, dan Dirwoto, MA menyatakan bahwa tergugat II harus mengembalikan 75 persen dari total dana yang diterima, yaitu 315 juta dollar Amerika Serikat dan Rp 139 juta.
Angka Rp 139 juta dipermasalahkan oleh Kejagung melalui peninjauan kembali (PK) karena setelah diteliti ternyata hilang tiga angka nol. Angka yang benar adalah Rp 139 miliar.
Pada Agustus 2015, MA mengabulkan PK yang diajukan negara, diwakili kejaksaan. Dengan demikian, Yayasan Supersemar harus membayar 315 juta dollar AS atau setara Rp 4,25 triliun dan ditambah Rp 139 miliar atau semuanya menjadi Rp 4,389 triliun.
Namun, perlawanan kembali dilakukan pihak Yayasan Supersemar. Gugatan pun diajukan ke PN Jakarta Selatan. Kemudian, pada Juni 2016, PN Jakarta Selatan mengabulkan sebagian gugatan Yayasan Supersemar terkait jumlah uang yang diterima dalam putusan MA.
Pengadilan memutuskan bahwa aset yang patut dieksekusi hanya sekitar Rp 309 miliar hingga Rp 706 miliar.
Tak terima dengan putusan itu, Kejaksaan Agung melayangkan kasasi ke MA pada Juli 2017.
Putusan kasasi tersebut keluar pada 19 Oktober 2017 lalu dengan hasil mengabulkan gugatan Kejaksaan Agung.