Pengamat: Jangan Pilih Calon Bupati yang Angkat Isu SARA
Ermus Sihombing meminta masyarakat Kabupaten Dairi tidak memilih calon Bupati yang mengangkat isu suku, ras, agama dan antar golongan (SARA).
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan, Ermus Sihombing meminta masyarakat Kabupaten Dairi tidak memilih calon Bupati yang mengangkat isu suku, ras, agama dan antar golongan (SARA).
"Saya menyarankan jika salah satu pasangan usung isu itu (SARA), masyarakat tidak perlu memilihnya," ucap Ermus di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (4/11/2017).
Ermus meminta kepada semua pihak untuk mengakhiri pertarungan kepala daerah dengan mengangkat isu SARA karena bertentangan dengan ideologi Pancisila dan Indonesia merupakan negara kesatuan.
"Harusnya bertarung pada program dan visi misi, jangan melihat suatu daerah mayoritas suku X maka calonnya harus suku X, itu tidak boleh, kita negara kesatuan artinya sakit di Aceh dirasakan di Papua," ujar Ermus.
Baca: Pengamat: Dedy Mulyadi Berpeluang Diusung PDIP di Pilgub Jawa Barat
Ermus pun meminta kepada masyarakat untuk melihat visi misi para calon dan juga melihat rekam jejaknya agar pemimpin yang dipilih bebas dari kasus korupsi.
"Jangan kita hadiahkan pemimpin kita ke KPK, jadi masyarakat harus tahu rekam jejak masing-masing calon, terkait korupsi tidak, dibuat kajian untuk dapat menentukan pilihan," papar Ermus.
Ermus menyinggung kepala daerah tidak perlu berasal dari kalangan birokrat, sehingga tidak menjadi masalah jika ada pengusaha yang ingin menjadi kepala daerah.
"Apakah perlu birokrat dan non birokrat dalam memilih kepala daerah, saya rasa tidak perlu, birokrat biasanya menjadi Kepala dinas, eselon satu jika di kementerian. Pak Jokowi (Presiden) itu dari pengusaha, dia bisa membangun, memudahkan perizinan," paparnya.
Baca: Bintang Porno Ini Calon Presiden Rusia, Janji Kampanye: Masuk Sekolah Wajib Tes Pengetahuan Seksual
Dirinya pun meminta masyarakat untuk berhati-hati kepada calon yang berasal dari keluarga pemimpin dahulu atau biasa Dinasti Politik karena berdasarkan fakta telah menujukkan tindakan korupsi.
"Dinasti politik dia turun menurun, dia sudah tahu sisi positif dan negati, ini akan dimanfaatkan, fakta menunjukkan beberapa daerah kena, di Sumatera Utara, Banten, Jawan, jadi menurut saya dinasti politik dihentikan dulu, masyarakat harus mengkritisi ini," ujarnya.