SPDP Dua Pimpinan KPK, Permadi: Penegak Hukum Harus Bersih
Kasus ini melibatkan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo dan Saut Situmorang sebagai terlapor.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus senior Partai Gerindra, Permadi menilai tidak ada yang salah dengan diterbitkannya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas nama Komisioner KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua Saut Situmorang.
Permadi menilai, penegak hukum harus bersih dan tidak boleh melakukan perilaku yang menyimpang.
"Silakan saja (diterbitkan SPDP). Saya maupun Gerindra ingin bahwa seluruh penegak harus hukum bersih. Kalau ada laporan silakan," kata Permadi di kantor DPP Gerindra, Jakarta, Rabu (8/11/2017).
Permadi menilai, aparat kepolisian tidak perlu ragu dalam mengambil sikap dalam penanganan dugaan kasus yang melibatkan dua pimpinan lembaga antirasuah itu.
Baca: BPTJ Bangun Sistem Angkutan Umum di Jakarta, Waktu Tempuh Maksimal 1,5 Jam
"Kalau terbukti (bersalah) ambil tindakan," tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, Polri membenarkan bahwa pihaknya telah menaikan status kasus dugaan pembuatan surat palsu dan penyalahgunaan wewenang.
Kasus ini melibatkan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo dan Saut Situmorang sebagai terlapor.
Proses penyelidikan telah ditingkatkan menjadi penyidikan sejak 7 November 2017.
Baca: Pengadilan Tinggi DKI Perberat Uang Pengganti Terdakwa e-KTP Irman dan Sugiharto
"Sejak kemarin sudah dinaikan menjadi tingkatnya penyidikan," ujar Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Setyo Wasisto, kepada wartawan di Mabes Polri, Jln Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (8/11/2017).
Setyo mengungkapkan bahwa penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri yang menangani kasus korupsi telah melakukan penyelidikan dengan memeriksa beberapa saksi.
"Penyelidikan berupa pemeriksaan saksi sebanyak enam orang yaitu satu ahli bahasa, tiga ahli pidana dan satu ahli hukum tata negara," jelas Setyo.
Selanjutnya, ungkap Setyo penyidik telah melaksanakan gelar perkara sebelum akhirnya meningkatkan ke penyidikan.
"Pasal yang dipersangkakan adalah membuat surat palsu atau memalsukan surat, dan menggunakan surat palsu dan atau menyalahgunakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 263 kuhp juncto pasal 55 pasal 1 ayat ke satu kuhp dan atau pasal 421 KUHP," ungkap Setyo.