Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Penghayat Kepercayaan Perlu Miliki Organisasi Agar Bisa Diakui Pemerintah

Pemerintah memfasilitasi penghayat kepercayaan mengubah kolom agama di dalam KTP berbasis elektronik (e-KTP).

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Penghayat Kepercayaan Perlu Miliki Organisasi Agar Bisa Diakui Pemerintah
Adiatmaputra Fajar
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh 

Saat ini ada 160 dari 187 organisasi kepercayaan yang aktif dan terdaftar di Kemendikbud.

Dia menginginkan agar di dalam database Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) yang bersangkutan tertulis induk organisasi penghayat kepercayaan.

Baca: Tiba-tiba Wajah Toha Dibacok Anak Kandungnya Sendiri Hingga Tewas

Sementara itu, di e-KTP dan Kartu Keluarga (KK) cukup tertulis Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa (YME) atau penghayat kepercayaan.

Namun, ide ini masih didiskusikan dengan pihak terkait.

Penulisan organisasi penghayat kepercayaan di dalam database itu, kata dia, dilakukan untuk mendata secara pasti berapa pemeluk masing-masing penghayat tersebut.

"Saya ingin database ada induk organisasi. Kalau mengambil pilihan di sini maka dalam database akan dicatat induk organisasi, nanti penghayat terhadap Tuhan YME. Induk organisasinya ilmu gaib," tuturnya.

Berita Rekomendasi

Berdasarkan informasi dalam database Kemendikbud pada periode 30 Juni 2017, ada 138.791 penghayat kepercayaan.

Ada 187 organisasi penghayat kepercayaan yang tersebar di 13 provinsi seluruh Indonesia.
Dari 187 organisasi itu ada 160 yang aktif dan 27 tidak aktif.

Sebelumnya, MK mengabulkan permohonan uji materi terkait aturan pengosongan kolom agama pada KK dan KTP.

Hal itu diatur dalam Pasal 61 Ayat (1) dan (2), serta Pasal 64 Ayat (1) dan (5) UU No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan juncto UU No 24 Tahun 2013 tentang UU tentang Administrasi Kependudukan.

Uji materi diajukan Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim dengan nomor perkara 97/PUU-XIV/2016.


Dalam putusannya, Majelis Hakim berpendapat bahwa kata “agama” dalam Pasal 61 Ayat (1) dan Pasal 64 Ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk penganut aliran kepercayaan.

Artinya, penganut aliran kepercayaan memiliki kedudukan hukum yang sama dengan pemeluk enam agama yang telah diakui pemerintah dalam memperoleh hak terkait administrasi kependudukan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas