Pergantian Panglima TNI Sebelum Jenderal Gatot Pensiun Dapat Timbulkan Dampak Politis
Pasalnya, nama Gatot Nurmantyo saat ini sudah masuk dalam bursa calon presiden dan wakil presiden 2019.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesian Public Institute (IPI) khawatir akan timbulnya dampak politis terkait pergantian Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sebelum memasuki masa pensiunnya.
"Jika dikaji dari aspek politis, momentum pergantian Panglima ini akan memilki dampak politis apabila pergantian Panglima TNI Gatot Nurmantyo dilakukan sebelum memasuki masa pensiun," ujar Karyono Wibowo, pendiri IPI, melalui keterangan tertulis, Selasa (5/12/2017).
Dampak politisnya, kata Karyono, akan tergantung bagaimana reaksi Gatot Nurmantyo secara pribadi, institusi TNI, para politisi, dan berbagai komponen masyarakat.
Baca: Menuju Istana Bogor, Mendikbud Tegur Siswa SMK yang Merokok dan Menyuruh Pulang
Pasalnya, nama Gatot Nurmantyo saat ini sudah masuk dalam bursa calon presiden dan wakil presiden 2019.
Maka bisa jadi, pergantian posisi Panglima TNI akan menjadi polemik di ranah publik.
"Tentu publik berharap masalah pergantian TNI ini tidak menjadi isu liar yang bisa menciptakan suasana gaduh," ujar Karyono.
Namun demikian, dalam pertarungan politik elektoral, isu apapun bisa berpotensi untuk dikapitalisasi demi keuntungan elektoral, salah satunya dengan strategi "playing victim" (membuat posisi seolah-olah teraniaya).
Akan tetapi, jelas Karyono, jika seandainya pergantian panglima TNI dilakukan tepat waktu, maka celah untuk mengkapitalisasi hal tersebut menjadi komoditas isu tidak terlalu lebar.
Baca: Sahabat Karib Ceritakan Sosok Hadi Tjahjanto Selama di Barak
Lebih lanjut, menurutnya, jika Panglima TNI Gatot Nurmantyo benar-benar serius maju di pilpres 2019, baik sebagai calon presiden atau wakil presiden, pergantian posisi panglima pada masa sekarang atau nanti tetap menguntungkan.
"Karena dari sisi waktu, bisa lebih fokus dan bisa konsentrasi mempersiapkan diri baik dalam menggalang dukungan partai maupun masyarakat (pemilih). Dengan demikian, posisinya lebih jelas dan tidak ada conflict of interest dengan jabatan sebagai panglima," pungkasnya.