Punya Penyakit Jantung dan Gula, Hakim Izinkan Setya Novanto Berobat Tiap Hari Jumat
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta mengabulkan permohonan terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP, Setya Novanto, untuk berobat.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta mengabulkan permohonan terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP, Setya Novanto, untuk berobat.
Rencananya, ketua DPR RI nonaktif itu akan menjalani pengobatan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat.
"Sebelum sidang ditutup, saya beritahukan permohonan saudara untuk cek kesehatan pada hari Jumat dan juga permohonan izin besuk telah dikabulkan majelis," tutur Yanto, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor untuk perkara korupsi proyek pengadaan e-KTP.
Setelah mengabulkan permohonan Setya Novanto untuk berobat, majelis hakim meminta kepada yang bersangkutan untuk berhubungan dengan panitera.
Selain itu, majelis hakim juga mengabulkan permohonan izin dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK untuk meminjam Setya Novanto yang akan diperiksa sebagai saksi.
"Jadi nanti masing-masing bisa berhubungan dengan panitera kami," ujar Yanto.
Tim penasihat hukum Setya Novanto mengapresiasi keputusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta mengabulkan permohonan kliennya untuk berobat.
"Iya memang medical record Pak Setnov kan jelas. Kami sudah sampaikan pemeriksaan kemarin itu kan bukan imajinasi sakitnya. Pak Setnov ada medical recordnya," tutur Fahmi, salah satu Penasihat Hukum Setya Novanto.
Dalam medical record, kata dia, Setya Novanto mempunyai gangguan jantung dan gula. Menurut dia, medical record itu sudah disampaikan kepada majelis hakim.
"Sehingga, kami mengucapkan terima kasih kepada majelis karena mempertimbangkan beliau untuk berobat. Kami hormati dan apresiasi," katanya.
Tidak Puas
Pengacara mantan Ketua DPR RI Setya Novanto, Firman Wijaya mengaku tak puas dengan jawaban jaksa penuntut umum atas eksepsi yang diajukannya.
Terutama soal hilangnya sejumlah nama pejabat hingga anggota DPR dalam dakwaan Novanto.
Padahal, nama-nama tersebut tertera dalam dakwaan Irman dan Sugiharto. Keduanya merupakan mantan pejabat di Kementerian Dalam Negeri.
"Kami sudah duga JPU KPK tidak menyentuh soal nama-nama hilang itu. Kami sangat menyesalkan karena transparansi peradilan itu penting," ujar Firman.