9 Kepala Daerah Berompi Oranye dan "Berkantor" di KPK Sepanjang 2017, Siapa Saja ?
Tahun 2017, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gencar melakukan penindakan dalam memberantas korupsi.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Ferdinand Waskita
Filipus yang merupakan pemberi suap untuk Eddy Rumpoko dan Edi setyawan merupakan Direktur PT Dailbana Prima. Dalam kasus ini, Eddy Rumpoko diduga menerima suap Rp 500 juta atau sekitar 10 persen dari nilai proyek.
Suap untuk Eddy diberikan dua tahap, yang pertama Rp 300 juta dalam bentuk pelunasan mobil Toyota Alphard yang diduga miliknya dan sisanya Rp 200 juta dalam bentuk tunai.
Sementara Edi Setyawan menerima Rp 100 juta dari Filipus. Pemberian untuk setyawan diduga fee untuk panitia pengadaan pada proyek tersebut.
Atas perkara ini, Eddy Rumpoko sempat mengajukan praperadilan melawan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan namun kalah sehingga kasusnya tetap berlanjut.
Dalam perkara ini, Filipus Djap sudah menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya sedangkan Eddy Rumpoko dan Edi Setyawan masih dalam proses penyidikan dan kelengkapan berkas di KPK.
Keenam pada Kamis 13 September 2017, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan menetapkan Bupati Batubara, OK Arya Zulkarnain sebagai tersangka karena menerima suap dari pengerjaan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Batubara.
Total uang yang diamankan KPK dari OTT tersebut senilai Rp 346 juta. Uang ini bagian dari fee beberapa proyek pekerjaan pembangunan infrastruktur di Batubara yang totalnya senilai Rp 4,4 miliar dari tiga proyek.
Selain OK Arya Zulkarnain, KPK juga menyematkan status tersangka pada Kepala Dinas PUPR Batubara Helman Herdady, Sujenti Tarsono alias Ayen (swasta), Maringan Situmorang dan Syaiful Azhar, keduanya kontraktor.
Suap itu diduga diberikan Maringan dan syaiful Azhar dan dikumpulan OK Arya Zulkarnain melalui Sujendi. Selanjutnya, OK Arya Zulkarnain memerintahkan orang untuk mengambil uang suap dari Sujendi.
Ketujuh, ada Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno (SMS) yang ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Selasa 29 Agustus 2017 terkait kasus suap pengelolaan dana jasa kesehatan RSUD Kardinah Tegal.
Di kasus ini, selain Siti penyidik juga menetapkan dua tersangka lain yaitu Amir Mirza Hutagalung dan Wakil Direktur Keuangan RSUD kardinah, Cahyo Supardi.
Dari tiga tersangka, baru Cahyo yang kasusnya sudah disidangka di Pengadilan Tipikor Semarang. Menyusul Siti dan Amir Mirza berkasnya sudah lengkap dan dilimpahkan ke tahap penuntutan.
Diperkirakan, tahun depan, Siti dan Amir Mirza akan menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Semarang. Sambil menunggu waktu sidang, Siti ditahan di Lapas kelas II Bulu Semarang kemudian Amir Mirza ditahan di Lapas Gedung Pane, Semarang.
Tidak hanya di kasus suap pengelolaan dana jasa kesehatan di RSUD Kardinah, Siti dan Amir Mirza juga tersangka di kasus suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kota Tegal tahun anggaran 2017.
Bahkan penyidik mensinyalir, Siti menerima setoran uang bulanan dari masing-masing Kepala Dinas. Total uang suap selama tujuh bulan senilai Rp 5,1 miliar diduga digunakan untuk modal Siti dan Amir Mirza maju dalam Pilkada Tegal 2018.
Kedelapan, ada Bupati Pamekasan, Achmad Syafii yang ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) usai mengikuti upacara penutupan program TNI Manunggal Membangun Desa di Desa Bukek, Kecamatan Tlanakan, Pemekasan pada Rabu 2 Agustus 2017.
Achmad Syafii menjadi tersangka di dugaan suap terkait penanganan kasus penyalahgunaan dana Desa Dassok yang ditangnai Kejari Pamekasan agar tidak naik ke tahap penyidikan dengan kesepakatan memberikan suap Rp 250 juta pada Kepala Kajari Pamekasan.
Selain Achmad Syafiin, status tersangka juga diberikan pada Kepala kejaksaan Negeri Pamekasan, Rudy Indra Prasetya dan tiga orang lainnya yaitu Inspektur Pemerintah Kabupaten Pamekasan Sutjipto Utomo, Kepala Desa Dassok Agus Mulyadi, dan Kabag Inspektur Kabupaten Pamekasan Noer Solehhoddin.
Kesembilan, Gubernur Ridwan Mukti dan istri, Lily Martiani Maddari yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Selasa 20 Juni 2017 terkait suap proyek pembangunan TES-Muara Aman senilai Rp 37 miliar dan proyek pembangunan jalan Curuk Air Dingin senilai Rp 16 miliar di Kabupaten Rejang Lebong.
Selain pasutri diatas, dua tersangka lainnya yakni Bendahara DPD Partai Golkar Rico dian Sari yang juga pengusaha dan Direktur Utama PT Statika Mitra Sarana (SMS), yakni Jhoni Wijaya KPK menduga ada penerimaan hadiah atau janji terkait fee proyek sebesar Rp 4,7 miliar.
Para tersangka di kasus ini, sudah berstatus terdakwa dan kini menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Bengkulu.
Dari serangkaian penetapan tersangka pada kepala daerah, khususnya melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT), Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz berpendapat tahun 2017 ini penindakan KPK terus berproses.
"Secara kuantitas OTT KPK berjalan dan berproses. Kasus-kasus yang melibatkan kepala daerah dengan variabel sangat beragam. Sehingga menurut saya kalau OTT, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan periode sebelumnya. Justru kasus e-KTP lah yang membuat berbeda dari penanganan kasus itu," ungkap Donal Fariz di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan.
Lebih lanjut, disinggung soal adanya tanggapan dari DPR mengenai KPK yang sibuk OTT lantas melupakan kasus besar, seperti Century. Menurut Donal Fariz, masalah korupsi adalah pekerjaan bersama para penegak hukum.
"Korupsi itu pekerjaan rumah bersama para penegak hukum, kepolisian, kejaksaan dan KPK. Saya bertanya kok DPR hanya tanya ke KPK soal Century? Kalau penilaian DPR susah melihat dari kaca mata obyektif. Saya melihat tidak ada DPR yang bertanya ke Bareskrim soal bagaimana kelanjutan kondensat yang kerugian negaranya besar, sampai sekarang tidak ada perkembangan. Politisi selalu melihat KPK dari pandangan negatif," tegas dia.
Donal Fariz menambahkan memang OTT lah yang membedakan KPK dengan penegak hukum lain. Meski begitu, Dia juga meminta para wakil rakyat melihat kesuksesan KPK membawa kasus korupsi e-KTP ke pengadilan Tipikor.
"Kasus e-KTP kan bukan diawali OTT, jadi pandangan KPK hanya sibuk OTT timbang menuntaskan kasus besar, bisa dimentahkan. Ada juga kasus Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam yang kasusnya suap soal pertambangan. Itu bukan OTT dan punya dampak kerugian negara yang besar juga," ujar Donal Fariz.