Seputar Posisi Panglima TNI dari Gatot Nurmantyo ke Hadi Tjahjanto
Pada pekan-pekan pertama ia menjabat sebagai Panglima TNI, Hadi Tjahjanto menyambangi markas-markas TNI yang ada di seputaran Jakarta.
Editor: Ferdinand Waskita
Setelah pertemuan tersebut, Wiranto mengumumkan bahwa aturan soal pembelian senjata di Indonesia tumpang tindih.
Panglima TNI menganggap semua pembelian senjata harus berdasarkan seizin dirinya, sementara Polri menganggap tidak perlu.
Disepakati setelahnya bahwa 5.932 butir peluru SAGL itu dititipkan di Mabes TNI, dan pihak TNI bersedia menyerahkan jika sewaktu-waktu Polri membutuhkan.
Sementara 280 pucuk senjata SAGL dikembalikan ke Polri. Pascaperistiwa tersebut, Gatot Nurmantyo dalam berbagai kesempatan selalu menyerukan persatuan TNI - Polri.
Tak hanya melakukan silaturahmi, dalam pekan-pekan pertamanya ia juga mengambil kebijakan yang menentang kebijakan Panglima TNI sebelumnya.
Pada Selasa lalu (19/12), ia mengevaluasi kebijakan rotasi 85 perwira TNI yang dikeluarkan Gatot Nurmantyo pada 4 Desember lalu.
Evaluasi yang dilakukan Hadi Tjahjanto, antara lain membatalkan rotasi jabatan Pangkostrad Letjend TNI Edy Rahmayadi dan Dankormar Mayjend TNI (Mar) Bambang Suswantono.
Dalam klarifikasinya kepada wartawan, berkali-kali Hadi Tjahjanto menjelaskan evaluasi yang ia lakukan, adalah mengacu dengan aturan internal TNI soal rotasi yang selalu mengkedepankan merit sistem dan profesionalisme.
Hadi Tjahjanto tidak pernah mengklarifikasi, apakah ada yang salah dengan kebijakan Gatot Nurmantyo itu.
Jabatan Panglima TNI, jika mengacu pada tradisi rotasi angkatan yang diterapkan sejak reformasi, idealnya diserahkan ke TNI AU sejak 2015 lalu.
Namun Joko Widodo yang saat itu belum genap setahun dilantik menjadi Presiden RI ke 7, memilih Gatot Nurmantyo yang ketika itu menjabat KSAD, untuk menggantikan Moeldoko yang juga berasal dari AD.
Sejak awal republik ini berdiri, jabatan Panglima TNI selalu diserahkan ke Jenderal AD.
Setelah peristiwa reformasi, Laksamana TNI Widodo Adi Sutjipto, ditunjuk sebagai Panglima TNI pertama yang berasal dari luar lingkungan AD.
Jabatan Panglima TNI kemudian diserahkan kembali ke TNI AD dengan penunjukan Jenderal TNI. Endriartono Sutarto, lalu diserahkan ke TNI AU dengan penunjukan Marsekal TNI Djoko Suyanto.