TB Hasanuddin: Tidak Ada Hoax Yang Positif dan Membangun
Wakil Ketua Komisi I DPR RI itu menyatakan keinginan BSSN untuk memiliki kewenangan melakukan penindakan hukum
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang baru dilantik Djoko Setiadi terkait dengan harapannya agar institusi yang dipimpinnya memiliki kewenangan untuk melakukan penindakan hukum atau menangkap penebar informasi hoax, menimbulkan reaksi dari TB Hasanuddin.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI itu menyatakan keinginan BSSN untuk memiliki kewenangan melakukan penindakan hukum kepada penebar informasi hoax adalah hal yang keliru dan tidak sesuai dengan UU yang ada.
"Point pertama yang harus dipahami adalah BSSN bukanlah lembaga hukum. Kalaupun dalam melakukan tugasnya, BSSN menemukan bukti dan fakta keterlibatan seseorang atau kelompok dalam melakukan penyebaran informasi hoax, sejatinya hal itu langsung dikordinasikan ke pihak kepolisian untuk segera diambil tindakan," ujar Hasanuddin, melalui keterangan tertulis, Kamis (4/1/2018).
Lagipula, kata Hasanuddin, hal itu sudah diatur dalam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE.
Di dalam pasal itu disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan atau tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, ancamannya bisa terkena pidana maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.
Selain itu, pasal yang termaktub dalam UU ITE juga tidak hanya mengatur soal sanksi hukum bagi penebar berita atau informasi hoax saja. Misalnya, dalam Pasal 28 ayat 2 UU ITE juga mengatur soal sanksi hukum bagi pelaku penebar ujaran kebencian dan isu SARA.
Bahkan, menurut Hasanuddin, dalam Pasal 27 dijelaskan bahwa UU ITE ini bukan hanya menjerat pelaku pembuatnya, tetapi juga mereka yang mendistribusikan, mentransmisikan, dan atau membuat konten tersebut dapat diakses secara elektronik.
"Jadi, mereka yang membagikan informasi atau konten yang melanggar UU ITE bisa ikut dijerat dan dikenakan hukuman," ungkapnya.
Bila disimak dari pasal demi pasal yang terkandung dalam UU ITE, Hasanuddin menilai, jeratan hukum bagi pelaku sudah sangat jelas dan cukup tegas.
Selain itu, ia juga menganggap Djoko Setiadi tak memahami pengertian hoax yang sesungguhnya.
"Point kedua adalah pernyataan Kepala BSSN Djoko Setiadi soal dikotomi hoax positif dan negatif. Pengertian hoax saja sudah negatif, lantaran bersifat fitnah, memutarbalikan, dan pencemaran nama baik. Jadi, bagaimana mungkin hoax bisa diartikan positif," ujarnya.
Ia memaparkan hal tersebut agar dipahami oleh Kepala BSSN, bahwa hoax itu bukan kritik, jadi tidak ada hoax yang membangun.
"Saran saya kepada Kepala BSSN Djoko Setiadi sebaiknya banyak membaca regulasi terkait dengan penanganan pelaku kejahatan cyber, termasuk UU ITE. Selain itu, sebagai pejabat negara, Djoko Setiadi sebaiknya tidak asal bicara pada publik sebelum memahami akar persoalan," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, usai dilantik Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (3/1/2018), Kepala BSSN, Djoko Setiadi langsung mengutarakan keinginanannya di hadapan media agar institusi yang dipimpinnya dapat melakukan tindakan hingga penangkapan terhadap pelaku penebar berita bohong.
Djoko Setiadi juga memiliki pandangan bahwa tidak semua berita hoax memiliki unsur negatif. Menurutnya, hoax yang positif adalah yang bersifat membangun.