Dewan Pakar Golkar Dukung Novanto Jadi Justice Collaborator Agar Jangan Jadi Tumbal Sendirian
Firman optimis kliennya itu tidak dalam posisi yang sanggat berpengaruh pada kasus korupsi proyek yang menghabiskan anggaran negara Rp 5,9 triliun.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Mahyudin mendukung langkah terdakwa kasus dugaan proyek pengadaan e-KTP Setya Novanto mengajukan diri menjadi justice collaborator.
Dirinya berharap KPK mengabulkan permintaan Novanto.
"Bagus, saya kira buka saja. Jangan beliau jadi tumbal sendirian melindungi orang, jadi siapa yang terlibat di e-KTP itu ada yang lebih berkuasa dari Novanto saya kira buka saja semua," kata Mahyudin di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (12/1/2018).
Wakil Ketua MPR RI ini mendukung KPK untuk mengungkap semua pihak yang terlibat. Termasuk kepada sejumlah orang yang menikmati uang hasil proyek tersebut.
"Ini kan dalam rangka pemberantasan korupsi. Jadi tidak ada koruptor tidur dengan nyenyak menikmati hasil jarahan itu, harus di tangkap," katanya.
Baca: Novanto Ajukan Diri Jadi Justice Collaborator, Ini Respon Fahri Hamzah
Diberitakan sebelumnya, kuasa hukum Novanto, Firman Wijaya mengatakan bahwa kliennya menjadi justice collaborator bukanlah pilihan yang mudah. Dia bisa menjadi sasaran tembak dan bulan-bulanan.
"Kami juga tentu menyampaikan pada Pak Nov bahwa pilihan menjadi JC bukan pilihan mudah. Karena bisa menjadi sasaran tembak dan bulan-bulanan. Nah ini yang kami minta protection cooperating person itu penting dirumuskan secara jelas. Apa model perlindungan yang bisa diberikan kepada Pak Nov kalau beliau jadi JC," kata Firman Wijaya di Pengadilan Negeri Tindak Pidana korupsi, Jakarta, Kamis (11/1/2018).
Firman mengatakan perlindungan diberikan kepada tersangka, terdakwa, dan terpidana. Perlindungan itu tetap diberikan lantaran resiko menjadi JC bisa terjadi sekarang, saat persidangan atau setelah putusan.
Firman mengaku ada nama lebih besar dari Novanto pada kasus yang merugikan keuangna negara Rp 2,3 triliun itu.
Firman optimis kliennya itu tidak dalam posisi yang sanggat berpengaruh pada kasus korupsi proyek yang menghabiskan anggaran negara Rp 5,9 triliun.
"Saya katakan soal penganggaran, perencanaaannya sudah dirancang jauh. Dan itu ada lembaganya, ada instansinya. Kita lihat siapa inisiator proyek e-KTP ini," kata Firman Wijaya.