Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Fadli Zon: Bukan Tugas Pokok dan Fungsi KPK Mengomentari UU MD3

Namun, menurut Wakil Ketua DPR itu, bukan tugas pokok dan fungsi KPK untuk mengomentari UU MD3.

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Fadli Zon: Bukan Tugas Pokok dan Fungsi KPK Mengomentari UU MD3
KOMPAS.com/Nabilla Tashandra
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon dalam dalam acara Simposium Nasional 'Mengamankan Pancasila dari Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi Lain' di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (2/6/2015) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fadli Zon menilai bahwa setiap orang, termasuk pimpinan KPK, berhak untuk mengomentari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD ( UU MD3) yang baru saja disahkan.

Namun, menurut Wakil Ketua DPR itu, bukan tugas pokok dan fungsi KPK untuk mengomentari UU MD3.

"Ya sebenarnya menurut saya siapapun boleh menilai, termasuk pimpinan KPK. Cuma memang karena KPK aparat penegak hukum dalam hal ini, alangkah baiknya itu domain pengamat atau dari masyarakat lain," ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/2/2018).

"Memang sah-sah saja dari pimpinan atau KPK untuk mengomentari tapi alangkah bijaknya kalau terkait dengan yang bukan tupoksinya, ya tidak terlalu misalnya banyak berbicara," tuturnya.

Menurut Fadli, komentar pimpinan KPK terkait UU MD3 bisa dianggap sebagai pernyataan politis. Sebab, UU MD3 merupakan produk legislasi yang dihasilkan oleh DPR. Di sisi lain, kritik terhadap UU MD3 bisa disalurkan melalui judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

"Kalau tidak terkait tupoksinya, itu dianggap politis. Ini kan produk dari sebuah lembaga dan sudah ada salurannya, termasuk yang mau melakukan judicial review atau yang lain," kata Fadli.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menilai ketentuan pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dalam pemeriksaan anggota DPR bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Berita Rekomendasi

Laode menyatakan, keterlibatan MKD dalam pemeriksaan anggota DPR telah dibatalkan oleh putusan MK.

"Kalau sudah dibatalkan yang dianggap bertentangan dengan konsitusi dan dibuat lagi, itu secara otomatis kita anggapnya bertentangan dengan konsitusi," kata Laode di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/2/2018).

Karena sudah disahkan, ia pun menyatakan Undang-Undang MD3 bisa digugat kembali ke MK oleh masyarakat atau pihak yang tidak sepakat.

Ia pun menilai ketentuan tersebut bertentangan dengan prinsip persamaan setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). Ia pun mengaku kaget keterlibatan MKD dalam pemeriksaan anggota DPR kembali diadopsi.

"Saya, Pak Agus, Bu Basaria, kalau mau dipanggil polisi tidak perlu izin siapa pun. Presiden pun tidak membentengi dirinya dengan imunitas seperti itu (DPR). Makanya, saya juga kaget," ujar Laode.

DPR dan pemerintah sepakat bahwa pemeriksaan anggota DPR harus dipertimbangkan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terlebih dahulu sebelum dilimpahkan ke Presiden untuk pemberian izin bagi aparat penegak hukum.

Klausul itu menjadi kesepakatan antara pemerintah dan DPR dalam revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) terkait Pasal 245.

Padahal, sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan klausul atas izin MKD sehingga izin diberikan oleh presiden. Kini DPR mengganti izin MKD dengan frasa "pertimbangan".(Kristian Erdianto)

Berita ini sudah tayang di Kompas.com dengan judul: Fadli Zon: Alangkah Bijaknya Jika Pimpinan KPK Tak Banyak Bicara

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas