KPK Merespon Surat Ketua DPR Terkait Rekomendasi Pansus
Surat yang KPK diterima pada 9 Februari 2018 tersebut berkaitan dengan Panitia Khusus (Pansus) hak angket untuk KPK bentukan DPR.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespon surat yang dilayangkan oleh Ketua DPR, Bambang Soesatyo.
Surat yang KPK diterima pada 9 Februari 2018 tersebut berkaitan dengan Panitia Khusus (Pansus) hak angket untuk KPK bentukan DPR.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, pihaknya telah membahas secara internal dan memutuskan membalas surat itu pada Selasa,13 Februari 2018, kemarin.
Dalam surat balasan itu, KPK melampirkan sejumlah respon yang menyangkut pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK dalam pemberantasan korupsi.
"Secara umum di surat tersebut kami sampaikan beberapa hal, yaitu KPK menghormati fungsi pengawasan DPR dan juga Putusan MK yang menguji UU MD3," ungkap Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, melalui pesan singkat.
Baca: Pengamat Nilai Tidak Ada Yang Berubah Dalam Revisi Pasal 73 UU MD3
Febri mengungkapkan meski KPK berbeda pendapat dan tidak setuju dengan sejumlah temuan dan rekomendasi pansus, namun dalam konteks hubungan kelembagaan pihaknya menghargai sejumlah poin dalam surat tersebut.
Febri menyatakan, pihaknya mengajak DPR untuk melakukan langkah yang lebih substansial dan berdampak luas bagi kebaikan masyarakat. Selain itu, KPK juga mengajak DPR untuk mencegah pelemahan terhadap lembaga antirasuah.
Menurut Febri, masih ada tugas bersama DPR untuk menguatkan pemberantasan korupsi, yaitu melakukan revisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kemudian pembentukan Undang-Undang tentang Perampasan Aset, Pengawasan Administrasi Pemerintah dan Pembatasan Transaksi Tunai juga perlu menjadi perhatian.
Febri melanjutkan, tanggung jawab dalam pemberantasan korupsi, termasuk tentang Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia merupakan tanggung jawab DPR dan pemerintah serta pemangku kepentingan lain.
"Jadi ketika bicara tentang pemberantasan korupsi, haruslah dilihat sebagai kerja bersama," kata Febri.