Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Banyak yang Mengira Kelenteng dan Vihara Sama, Ternyata Ini Perbedaannya

Kelenteng merupakan tempat beribadah bagi umat Konghucu atau Tionghoa perantauan.

Editor: Ravianto
zoom-in Banyak yang Mengira Kelenteng dan Vihara Sama, Ternyata Ini Perbedaannya
TRIBUNNEWS.COM/TRIBUNNEWS.COM/FX ISMANTO
Kelenteng Hian Thian Siang Tee Palmerah, adakan upacara Sembahyang Cio Ko atau Sebahyang Rebutan atau Festival Hantu yang jatuh pada tanggal 15 bulan 7 penanggalan Imlek, Selasa (5/9/2017) di Jakarta. Usai sembahyang semua makanan yang ada dimeja diperebutkan oleh semua yang hadir. TRIBUNNEWS.COM/FX ISMANTO 

Jika di altar Vihara hanya ada satu rupang Buddha, maka itu adalah Vihara Aliran Threavada. Rupang tersebut adalah Rupang Buddha Gautama.

Namun, jika di altar terdapat tiga rupang, maka kemungkinan besar Vihara itu menganut Aliran Mahayana.

Apabila di altar Vihara itu ada Rupang Buddha yang berada di tengah, itu adalah Rupang Buddha Amitabha atau Amitayus.

Walaupun berbeda aliran, di Vihara biasanya terdapat satu ruang kebaktian yang bisa digunakan oleh kedua aliran secara bergantian.

Di Vihara juga biasanya umat beribadah dengan cara berjemaat bersama bhikkhu atau dhammadutta, bersifat kebaktian, serta ada jam tertentu.

Baca: Tahun 2017 Mitsubishi Berhasil Menjual 79 Ribu Unit Kendaraan

Sedangkan di Kelenteng, umat bisa beribadah secara individual, pasang dupa sendiri, serta tata cara beribadahnya pun ada alurnya. Dari satu dewa ke dewa lain.

Berita Rekomendasi

Perbedaan Kelenteng dan Vihara ini sempat menjadi rancu setelah peristiwa G30S/PKI pada 1965.

Imbas peristiwa ini yakni pelarangan segala sesuatu yang mengandung budaya Tionghoa pada masa Orde Baru.

Pada masa ini, umat Tri Dharma menghadapi 'paksaan halus' untuk memeluk satu di antara lima agama yang ada di Indonesia.

Kelenteng yang ada pada masa itu pun terancam ditutup secara paksa oleh Pemerintah.

Sehingga banyak di antara mereka yang akhirnya mengaku sebagai Buddhist atau beragama Buddha.

Banyak pula Kelenteng mengadopsi nama dari bahasa Sanksekerta atau bahasa Pali yang mengubahnya menjadi Vihara.

Hal tersebut demi kelangsungan peribadatan umat dan kepemilikan karena bisa mencatatkan surat izin dalam naungan agama Buddha.

Sejak saat itulah muncul kerancuan dalam definisi serta fungsi Kelenteng dan Vihara.(*)


Sumber: Tribun Jabar
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas