Begini Modus 7 Pengemudi Taksi Online yang Bobol Aplikasi Grab Hingga Rp 6 Miliar
Modusnya komplotan ini memanfaatkan ratusan handphone yang sudah dimodifikasi bisa pesan dan terima order sendiri (order fiktif) lewat aplikasi Grab.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tujuh sosok driver online sukses membobol aplikasi Grab hingga menyebabkan Grab rugi hingga Rp 6 Milliar.
Hal itu diketahui Subdit II Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Jateng berawal penangkapan seorang Hacker bernama Tomy Nur F (32) di sebuah tempat kos di daerah Karangrejo, Jatingaleh, Candisari, Kota Semarang, 14 Februari 2018 lalu.
Modusnya komplotan ini memanfaatkan ratusan handphone yang sudah dimodifikasi bisa pesan dan terima order sendiri (order fiktif) lewat aplikasi Grab.
Baca: 138 Ribu TKI Terdaftar BPJS Ketenagakerjaan
Dari transaksi ini dimungkinkan timbul poin dan harus dibayar oleh Grab kepada mitra kerja.
Dalam sehari kelompok ini disebutkan mampu meraup keuntungan Rp 4,2 juta karena setiap delapan pesanan, Grab harus membayar mitra kerja Rp 80 ribu. Padahal para pejahat tersebut mengoperasikan 53 akun per hari.
Sedangkan hasil pengembangan polsi menangkap tujuh driver online di Pemalang pada Rabu, 7 Maret 2018 lalu.
Ketujuh driver tersebut di antaranya, Benny (46) warga asal Jakarta Timur, Ahmad (21) warga asal Bandar Lampung, Jahidin (37) warga asal Pekalongan, Ibnu Fadilah (20) warga asal Jakarta Timur, Hidayat (22) warga asal Cilacap, Ivon (21) warga asal Sukoharjo, dan Kubro (31) warga asal Kendal.
Kasubdit II Ditreskrimsus Polda Jateng AKBP Teddy Fanani mengungkapkan, ketujuh driver tersebut ditindak oleh petugas Satreskrim Polres Pemalang.
Mereka sengaja datang ke Pemalang dan beroperasi di sana dengan memanfaatkan orderan fiktif menggunakan aplikasi yang dimanipulasi tersebut.
Sedangkan kerugian Grab berasal dari insentif atas order fiktif yang dilakukan para pelaku.
Dari komplotan itu, terdapat 53 akun driver yang digunakan untuk memanipulasi order fiktif.
Selain itu, polisi mengamankan 213 telepon seluler yang diduga digunakan untuk menjalankan tindak pidana tersebut.
AKBP Teddy menjelaskan, dalam setiap delapan pesanan, maka mitra akan memperoleh insentif Rp 80 ribu yang harus dibayarkan oleh Grab.
Maka dari 53 akun tersebut, Grab dirugikan sekitar Rp 4,2 juta per hari. "Sudah sekitar enam bulan beroperasi para ghost driver ini. Kerugian pihak Grab diperkirakan mencapai Rp 6 miliar," kata AKBP Teddy, Senin (19/3/2018).
Menurutnya, sindikat ini punya aplikasi pemesanan yang dimiliki konsumen serta aplikasi penerima pesanan oleh pengemudi.
"Para pengemudi ini membawa beberapa ponsel yang digunakan untuk memesan dan menerima pesanan. Jadi bisa pesan dan diterima sendiri oleh para pengemudinya," katanya.
Dengan aplikasi yang dimanipulasi ini, para pelaku bisa melakukan pemesanan fiktif yang kemudian diterima sendiri.
Dari pesanan-pesanan itu, terdapat mekanisme perolehan poin yang harus dibayarkan oleh Grab kepada mitra kerjanya.
"Setiap 14 poin yang diperoleh pengemudi, maka ada Rp 350 ribu yang harus dibayarkan oleh Grab," katanya.
Bonus atas poin dari order fiktif inilah yang menyebabkan kerugian bagi Grab.
Tersangka hacker, Tomy mengaku menjual jasa memanipulasi aplikasi dengan Rp 250 ribu sampai Rp 300 ribu per aplikasi.
Tomy biasa menjual satu paket telepon seluler sekaligus berisi aplikasi yang sudah dimanipulasi dengan harga bervariasi.
"Hacker" yang belum lama berdomisili di Semarang ini sempat mengiklankan diri melalui media sosial.
Atas perbuatannya, para tersangka selanjutnya dijerat dengan Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik dengan pidana ancaman penjara paling lama selama 12 tahun atau denda Rp 12 miliar.
Menurut Teddy, tersangka Tomy diketahui membuat aplikasi yang mampu menjebol sistem operasi Grab dan memanipulasi pantauan sistem dalam aplikasi tersebut.
Para tersangka diketahui bukan asli orang Pemalang dan dua di antaranya berasal dari Jakarta.
"Mereka berasal dari luar kota sengaja datang ke Pemalang dan memakai illegal acces itu. Biasanya para ghost driver ini memilih orderan jarak pendek. Bahkan dengan fake GPS, mereka hanya perlu berdiam di tempat," ungkap Teddy.
Adapun pengungkapan tersebut berawal dari informasi yang dilaporkan pihak Grab kepada polisi.
Laporan itu masuk ke Ditreskrimsus Polda Jateng maupun Polres Pemalang. Informasi tersebut kemudian didalami dan berhasil mengungkap delapan tersangka.
Sejumlah barang bukti disita yakni, 213 handphone yang digunakan para tersangka, sejumlah perangkat elektronik lain, termasuk memory card dam sejumlah CPU dan laptop.
Dari hasil pemeriksaan sementara, ternyata Tomy pernah beraksi juga sebagai hacker sebelum di Semarang.
Lebih dulu Tomy melakukan praktik serupa di Yogyakarta. Praktik yang dilakukan oleh Tomy diperoleh secara otodidak.
Teddy mengungkapkan, pihaknya masih mengembangkan kasus tersebut karena dimungkinkan masih banyak pihak yang melakukan praktik serupa, terutama driver.
"Pengakuan hacker belajar secara otodidak untuk menerobos sistem Grab. Kalau kerugian pihak Grab akibat illegal acces tersebut mencapai Rp 6 miliar," lanjutnya.
Lebih lanjut, total kerugian itu didapat pihak Grab selama enam bulan untuk wilayah Jawa Tengah saja.
"Kerugian tersebut berdasarkan deposit yang harus dibayarkan pihak Grab kepada driver," paparnya.
Meski dipelajari secara otodidak, praktik menerobos sistem Grab tersebut juga dilakukan atas dorongan seorang temannya yang kini menjadi tersangka juga.
"Karena mayoritas driver pakai fake GPS untuk mengakali banyaknya driver. Fake GPS biasanya untuk menghindari kemacetan. Dari pengakuan Tomy, paling mudah itu meretas sistem GPS lewat android yang lollipop," jelas Teddy lagi