Dua Isu Strategis Menjadi Perhatian KPU RI Saat Pemilu 2019 Nanti
KPU RI diberikan kewenangan membuat PKPU sehingga forum RDP bukan sarana mencapai kesepakatan pengaturan aturan tersebut
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menaruh perhatian terhadap pengaturan pelarangan mantan narapidana korupsi mendaftarkan menjadi calon legislatif dan mengakomodir kemungkinan calon tunggal di pemilihan presiden 2019.
Dua isu itu diatur di rancangan peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Saat ini, lembaga penyelenggara pemilu itu sedang menunggu pembahasan PKPU di rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi II DPR RI, KPU RI, Bawaslu RI, dan pemerintah.
"Salah satu isu yang mendapat atensi, yakni soal mantan napi koruptor dilarang nyaleg. Itu di Rancangan PKPU," tutur Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan, ditemui di komplek parlemen, Senin (16/4/2018).
Berdasarkan undang-undang, KPU RI diberikan kewenangan membuat PKPU sehingga forum RDP bukan sarana mencapai kesepakatan pengaturan aturan tersebut.
Meskipun terjadi penundaan RDP pada Senin ini, namun kata dia, hal itu tidak menjadi halangan sebab penetapan caleg itu pada 20 September.
Artinya, KPU RI mempunyai waktu panjang untuk merampungkan syarat-syarat pencalonan dan pengaturan lainnya.
"Jadi kalau pertanyaannya bagimana kalau tidak ada titik temu? Ya kami akan kembali kepada tugas masing-masing lah," katanya.
Dia menilai, pelarangan mantan narapidana korupsi mendaftarkan menjadi calon legislatif merupakan salah satu isu strategis yang mendapat perhatian DPR, pemerintah dan juga masyarakat.
Bahkan, kata dia, belakangan muncul dukungan terhadap PKPU untuk terus melanjutkan norma itu.
Dia menilai dukungan dari publik itu memberi energi baru bagi pihaknya untuk menyampaikan di RDP.
Sementara itu, pihaknya mengakomodir kemungkinan hanya calon tunggal di pemilihan presiden 2019.
Menurut dia, hal ini merupakan isu strategis lainnya yang akan disampaikan di forum RDP.
Untuk mengatur mengenai calon presiden-wakil presiden, dia menjelaskan KPU RI perlu membuat opsi-opsi baru sebagai upaya mengantisipasi hal-hal yang mungkin terjadi.
Termasuk, dia mencontohkan apabila pilpres hanya diikuti satu pasangan calon, namun mayoritas pemilih lebih memilih kotak kosong daripada pasangan calon.
Jika, kotak kosong menang apakah ada kekuasaan kosong selama lima tahun kan tidak mungkin.
"Ada perpanjangan waktu. Apabila sudah ada perpanjangan waktu dan tetap ada satu calon, ya tetap. Tetapi KPU mengupayakan tak terjadi calon tunggal. Tapi kami tak bisa memaksa ada atau tak ada calon tunggal," kata dia.