Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Audit BPK Diminta Dibuka di Sidang

Kuasa hukum Temenggung berpendapat audit BPK tersebutlah yang kemudian dijadikan landasan oleh terdakwa saat menjabat sebagai ketua BPPN

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Audit BPK Diminta Dibuka di Sidang
Glery
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar sidang kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), yang menjerat terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam persidangan Syafruddin A Temenggung, Kamis, (28/6/2018) lalu, kuasa hukumnya terdakwa berupaya menggali keterangan para saksi terkait adanya audit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK) tanggal 31 Mei 2002 yang menyatakan MSAA-BDNI telah selesai (final closing).

Baca: Cuma Iseng, Alasan Pelaku Pelemparan Batu di Tol Jakarta-Merak

Kuasa hukum Temenggung berpendapat audit BPK tersebutlah yang kemudian dijadikan landasan oleh terdakwa saat menjabat sebagai Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dalam memberikan Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Pemegang Saham Bank Dagang Negara Indonesia (PS BDNI) Sjamsul Nursalim pada tahun 2004 silam.

Baca: Menpora Apresiasi Penyelenggaraan MXGP Seri Indonesia

Berdasarkan penelusuran terhadap audit BPK yang dimaksud, ternyata BPK pada tanggal 31 Mei 2002 telah menerbitkan Laporan Audit Investigasi atas Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) PT. Bank Dagang Nasional (BBO).

Terkait hal tersebut, Pengacara Keluarga Sjamsul Nursalim, Otto Hasibuan menilai sudah sepantasnya dalam persidangan dibuka secara detail isi dari Audit BPK tertanggal 31 Mei 2002 tersebut.

Terlebih lagi, Audit Investigasi tersebut dibuat BPK atas permintaan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Dalam dokumen tersebut, BPK menyatakan bahwa berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh, BPK berpendapat bahwa PKPS BDNI telah Closing 25 Mei 1999, mengingat Pemegang Saham BDNI dan BPPN telah sepakat syarat utama closing yaitu pembayaran suatu jumlah setara dengan Rp 1 triliun serta syarat-syarat lainnya, seperti antara lain pendirian holding company (PT TSI), transfer aset melalui pembuatan Transfer Shares Agreement yang disertai Deed of Transfer kepada PT TSI, penerbitan escrow account serta penerbitan Promissory Note oleh PT TSI kepada BPPN telah dilaksanakan," kata Otto dalam keterangan yang diterima, Minggu (1/7/18).

Menurut Otto, dalam Audit Investigasi tersebut BPK juga menegaskan dengan adanya Surat Pernyataan (Letter of Statement) yang dibuat antara BPPN dan Pemegang Saham BDNI pada tanggal 25 Mei 1999 di hadapan Notaris Merryana Suryana, BPPN menyatakan bahwa transaksi-transaksi yang tertera dalam MSAA telah dilaksanakan oleh Sjamsul Nursalim.

BERITA TERKAIT

"Sedangkan mengenai verifikasi dan klarifikasi terhadap set off group deposit dan pembayaran pesangon karyawan BDNI dengan pembayaran suatu yang setara dengan Rp 1 triliun, serta masalah crossing/balik nama saham perusahaan akuisisi, semata-mata merupakan masalah administratif yang seharusnya tidak secara signifikan menghambat closing MSAA-BDNI tanggal 25 Mei 1999," jelasnya sambil mengutip laporan audit BPK tersebut.

Lebih lanjut, Otto menegaskan bahwa pernyataan BPK selaras dengan ketentuan Pasal 7.9 MSAA yang mengatur Post Closing Cooperation, dimana ditentukan penyempurnaan pengalihan saham dapat diakukan setelah Closing.

Dia juga mengungkapkan, BPK dalam auditnya juga menyatakan bahwa BPPN tidak konsisten dalam menyikapi masalah pemenuhan kewajiban yang telah dilaksanakan oleh Pemegang Saham, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum mengenai closing date.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas