SMRC Ungkap Alasan Perbedaan Hasil Survei dengan 'Quick Count'
apabila ada perubahan antara hasil survei Mei lalu dengan hasil Quick Count, itu bukan terjadi karena kesalahan penelitian
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Riset Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Deni Irvani, menjawab tudingan sejumlah pihak terhadap selisih besar antara hasil survei yang dilakukan Mei lalu dengan hasil Quick Count di sejumlah pilkada.
Menurut dia, apabila ada perubahan antara hasil survei Mei lalu dengan hasil Quick Count, itu bukan terjadi karena kesalahan penelitian melainkan karena adanya perubahan sikap para pemilih.
"Perubahan itu bisa terjadi karena kampanye dan sosialisasi calon yang satu lebih kuat dari yang lain,” kata Deni di kantor SMRC, Jakarta Pusat, Selasa (3/7/2018).
SMRC menjabarkan hasil penelitian SMRC tentang exit poll pemilihan gubernur di 6 provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan.
Data survei opini publik pada waktu pemungutan suara pada 27 Juni atau hari H Pilkada lewat exit poll di 6 provinsi menunjukkan adanya konsistensi antara hasil survei opini publik (yaitu exit poll) dengan hasil Quick Count.
Pihak yang unggul dan komposisi perolehan suara masing-masing kandidat melalui exit poll kurang lebih sama dengan siapa yang unggul dan komposisi perolehan suara masing-masing kandidat yang terlihat dalam Quick Count.
Temuan di exit poll SMRC menunjukkan perolehan suara masing-masing kandidat tidak berbeda secara signifikan dengan perolehan suara Quick Count.
Apabila ada perbedaan kecil, itu bisa terjadi karena alasan teknis, seperti di exit poll tetap ada responsnden yang tidak mau menjawab, sementara di Quick Count tidak ada kategori ‘tidak menjawab’.
Hasil exit poll mendekati hasil Quick Count. Di Pilkada Jawa Barat, misalnya, data exit poll menunjukkan pasangan Ridwan-UU memperoleh dukungan suara 32 persen.
Sementara pasangan Hasanuddin-Anton 9,1 persen; Sudrajat-Syaikhu 25,1 persen; Deddy-Dedi 21 persen, dan tidak tahu/tidak jawab 12,3 persen.
Hal serupa terlihat di Pilkada Jawa Tengah. Pasangan Ganjar-Taj Yasin memperoleh dukungan suara 59,2 persen dan Sudirman-Ida 30 persen. Tidak tahu/tidak jawab 10,8 persen.
Data exit poll juga menunjukkan ada hubungan kuat antara pilihan pada partai pengusung atau pendukung dengan pilihan pada calon gubernur terkait. Tapi hubungan tersebut jauh dari sempurna.