Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kajian Akuntan Publik: Piutang BDNI Terhadap Petambak Udang Macet

"Dari penerapan prosedur yang disepakati bersama, utang perusahaan inti, yakni PT Dipasena pada bank (BDNI) juga macet,"

Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Kajian Akuntan Publik: Piutang BDNI Terhadap Petambak Udang Macet
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Terdakwa kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) dalam pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Tumenggung. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Auditor kantor akuntan publik Prasetio Utomo and Co, Rukyat Kosasih menjadi saksi dalam kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)‎, Senin (9/7/2018) di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Dalam persidangan untuk terdakwa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung, Rukyat mengaku pernah diminta BPPN untuk melakukan kajian atas laporan keuangan pada 30 April 1999.

Baca: Poros Jokowi dan Prabowo Alot Pilih Cawapres

Laporan keuangan tersebut terkait pembukuan dan audit PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM).

Kedua perusahaan itu milik Sjamsul Nursalim, pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).

Baca: Saksi Sebut Sjamsul Nursalim Tidak Memenuhi Kewajiban dalam Perjanjian MSAA

Rukyat menjelaskan dari hasil pemeriksaan ditemukan indikasi terdapat kredit macet dalam piutang yang diberikan perusahaan inti, yakni PT DCD dan WM kepada para petambak udang.

"Dari penerapan prosedur yang disepakati bersama, utang perusahaan inti, yakni PT Dipasena pada bank (BDNI) juga macet, atau melampui plafon yang disepakati," ucap Rukyat.

Baca: Rizal Ramli: Ambang Batas Pecalonan Presiden 20 Persen Pengkhianatan Terhadap UUD 45

Berita Rekomendasi

Prosedur pemeriksaan, kata Rukyat tidak hanya pada dokumen yang disediakan BPPN.

Tapi juga menggunakan sampel dengan turun langsung ke petambak udang dan melihat proses produksinya.

"Menurut pengetahuan saya, macet sejak udang-udang itu sudah harus dijual ke perusahaan inti. Karena menurut perjanjian, cicilan diambil dari hasil penjualan," kata Rukyat.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas