Kota Tegal, Cirebon dan Bolmong Utara Penuhi Ambang Batas Hak Gugat Permohonan Sengketa Pilkada 2018
Hanya terdapat tiga kabupaten/kota yang dinilai memenuhi ambang batas hak gugat mengajukan permohonan sengketa hasil perolehan suara ke MK.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hanya terdapat tiga kabupaten/kota yang dinilai memenuhi ambang batas hak gugat mengajukan permohonan sengketa hasil perolehan suara Pilkada 2018 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketiga kabupaten/kota tersebut, yaitu Kota Tegal, Kota Cirebon dan Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) Utara.
Pernyataan itu disampaikan Praktisi Hukum Pemilu, Ahmad Irawan.
Penilaian itu didasarkan pada aturan selisih ambang batas hak gugat ke MK yang besarannya sekitar 0,5 persen s/d 2 persen dari total suara sah.
Besaran itu tergantung jumlah penduduk di wilayah tersebut.
"Dengan demikian, hanya pasangan calon suara terbanyak kedua dari daerah-daerah tersebut yang memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan sengketa ke Mahkamah Konstitusi," ujar Irawan, kepada wartawan, Senin (9/7/2018).
Baca: Megawati Umumkan Cawapres Jokowi Tunggu Cuaca Cerah
Apabila jumlah selisihnya melebihi presentase tersebut, menurut Irawan, pasangan calon sebaiknya tidak usah mengajukan sengketa karena hal tersebut akan menguras waktu, tenaga dan biaya pasangan calon.
Belum lagi tensi politik dan potensi konflik yang ada di daerah.
Dia menegaskan, aturan selisih suara tersebut berlaku mengikat dan telah diberlakukan MK sejak aturan ambang batas hak gugat itu dibuat.
Dia menjelaskan, ada banyak alasan hendak bersengketa ke MK. Umumnya alasan menyangkut terjadi kecurangan dan berbagai pelanggaran pemilu.
"Dalam sistem penegakan hukum pemilu di Indonesia, berbagai kecurangan dan pelanggaran yang terjadi dalam proses pemilu telah dianggap selesai dan diselesaikan oleh pengawas dan penyelenggara pemilu," kata dia.
Sejauh ini, untuk praktik MK menyimpangi ambang batas hak gugat memutus dan mengadili perkara sengketa Kepulauan Yapen dan Intan Jaya Papua, itu terjadi karena ada kejadian khusus berupa keputusan KPU Kabupaten yang cacat hukum dan tidak pernah dilakukan penetapan hasil, sehingga aturan mengenai selisih ambang batas untuk menggugat tidak diterapkan.
Di kesempatan itu, dia meminta semua pihak bertanggungjawab menumbuhkan budaya menerima hasil pemilu yang demokratis dan percaya pada hukum pemilu yang bekerja pada setiap tahapan.
Untuk pihak yang menang, tidak perlu was-was atau khawatir terhadap permohonan yang telah didaftarkan.
Ikuti proses persidangan dan didampingi oleh konsultan hukum yang kompeten, berpengalaman dan tepercaya.
"Percayalah, jika selisih suara telah melebihi ambang batas presentase, maka permohonan akan diputus dan dinyatakan tidak dapat diterima oleh MK. Setelah itu, peserta yang memperoleh suara terbanyak akan ditetapkan sebagai pemenang oleh masing-masing KPU Provinsi/Kabupaten/Kota," tambahnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.