Pengamat: Mulai Era Menteri Amran, Gurita Mafia Pangan Dibongkar
Pengamat Ekonomi Kerakyatan Universitas Trilogi sekaligus Dewan Pembina Indonesia Food Watch, menilai keberanian Mentan Amran yang mulai memukul gende
Editor: Content Writer
Pengamat Ekonomi Kerakyatan dari Universitas Trilogi sekaligus Dewan Pembina Indonesia Food Watch, Muhamad Karim menilai keberanian Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang mulai memukul genderang perang melawan mafia pangan tanpa pandang bulu patut diacungin jempol.
Pasalnya, salah satu problem yang kerap menjadi kisruh suplai pangan di Indonesia ialah mafia pangan yang memanjakan harga dan kolusi dengan pengambil kebijakan impor, salah satunya mendorong kebijakan impor beras dengan alasan untuk stabilisasi harga dan cadangan nasional.
“Negara seolah-olah tak berdaya mengatasi masalah pangan yang dikuasai mafia. Membongkar mafia pangan ini memang bagaikan melawan tembok, tapi hasilnya sudah nampak dengan berhasilnya ditangkap oknum-oknum mafia pangan. Menteri Amran melawan mafia pangan tak ubahnya perang melawan mafia narkoba,” demikian dikatakan Karim di Jakarta, Senin (23/7/2018).
Berdasarkan hasil penindakan Satgas Pangan Mabes Polri, sebanyak 373 kasus pangan berhasil dibongkar yang meliputi 21 kasus komoditas hortikultura, 12 kasus pupuk, 66 kasus beras, 23 kasus ternak dan 247 kasus pangan lainnya. Dari kasus ini, sebanyak 409 telah ditetapkan tersangka.
Pria sebagai Inisiator Forum Alumni Independen Institut Pertanian Bogor (FAN IPB) ini menegaskan eksistensi mafia pangan di Indonesia telah menggurita dalam waktu yang cukup lama dan berjalan secara sistematis. Sebab di dalamnya terdapat pengambil kebijakan dan penegak hukum yang berhasil disuap, sehingga kejahatan mafia pangan sulit dibongkar.
“Problem pangan kita sudah menggurita selama 4 dekade. Tak heran menyebabkan negeri ini terkesan tersandera oleh kelompok mafia. Mulai dari soal pangan pokok seperti beras, kedelai, jagung, daging, ikan, garam, gula pasir, susu dan telur serta komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomi tinggi di pasar dunia,” tegas Karim.
Karena itu, lanjut Karim, patut diapresiasi juga upaya yang dilakukan Kementan dalam menindak tegas praktek curang pelaku kartel pangan. Yakni melalui sinergi antar kementerian dan lembaga dalam mencegah praktek kartel dan pelibatan para pemerhati pertanian serta media dalam membangun optimisme ke masyarakat.
“Gerakan melawan mafia pangan memang harus dengan pendekatan komprehensif dengan pihak terkait. Satgas mafia pangan harus lebih keras lagi menangkap para mafia. Kalau perlu bekerja dengan pihak intelijen. Siapa pun yang memainkan suplai dan harga pangan adalah tindakan kriminal yang mengancam eksistensi NKRI.
Untuk mempercepat pemberantasan mafia pangan, Karim mengusulkan agar pemerintah memasukan kejahatan pangan sebagai kejahatan transnasional, sehingga menjadi musuh bersama bagi komunitas dunia. Sebab, tindakan mafia pangan bukan saja merugikan rakyat, tapi juga menyuburkan korupsi, kolusi dan nepotisme.
“Makanya, mabes polri, KPK, dan aparat TNI, intelijen harus memberantas mafia pangan ini sampai ke akar-akarnya,” usulnya.
Terpisah, Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Ditjen Hortikuktura, Kementerian Pertanian, Prihasto, Setyarto mengungkapkan di tengah komitmen mewujudkan kepemerintahan yang bersih, pada era kepemimpinan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman ini tidak henti-hentinya melakukan bersih-bersih dari korupsi. Bersih-bersih ini tidak hanya bagi kalangan intern pegawai Kementan, melainkan juga bagi pihak pihak yang terkait pertanian.
“Iya sikat habis. Kami tidak pandang bulu bagi semua pihak yang bermain-main selewengkan bantuan, anggaran dan menyuap agar mendapatkan pekerjaan di sektor pertanian,” ungkapnya
“Sampai saat ini, sudah 10 importir bawang putih kami coret. Sebanyak 5 importir bawang merah juga kami coret. Modusnya, bawang bombai mini dijadikan bawang merah, keuntungan yang diraup mencapai Rp 1,24 triliun. Apabila 50 persen bawang bombai mini itu penetrasi ke pasar, keuntungan tambahanya Rp 455 miliar. Ini bukan main keuntunganya diraup dari hasil curang yang memiskinkan petani dan negara pun merugi,” pungkasnya. (*)