KPK Perpanjang Masa Penahanan Dua Tersangka Kasus Suap Bupati Labuhanbatu
"Dua tersangka itu yakni ES (Effendy Sahputra) dan PHH (Pangonal Harahap)," kata Plh Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andrianti, di KPK, Jakarta, Senin (6/8/20
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan perpanjangan penahanan terhadap dua tersangka suap kepada Bupati Labuhanbatu terkait proyek-proyek di lingkungan Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara Tahun Anggaran 2018.
"Dua tersangka itu yakni ES (Effendy Sahputra) dan PHH (Pangonal Harahap)," kata Plh Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andrianti, di KPK, Jakarta, Senin (6/8/2018).
Kepada Bupati non aktif Labuhanbatu Pangonal Harahap, Yuyuk menjelaskan perpanjangan akan dilakukan dari tanggal 7 Agustus 2018 sampai dengan 15 September 2018.
Baca: Kabag Keuangan RSUD Rantauprapat Diperiksa KPK Terkait Dugaan Suap Beberapa Proyek di Labuhanbatu
Sedangkan, untuk Effendy sebagai pihak swasta, perpanjangan penahanan dilakukan dari tanggal 8 Agustus 2018 sampai dengan 16 September 2018.
Keduanya akan dilakukan perpanjangan penahanan selama 40 hari kedepan.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek-proyek di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
Selain Bupati Pangonal, KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka. Yakni Umar Ritonga selaku pihak swasta dan Effendy Syahputra selaku pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi (BKA).
Oleh penyidik Bupati Pangonal dan Umar Ritonga diduga menerima suap dari Effendy melalui beberapa perantara sebesar Rp 576 juta. Namun uang tersebut masih belum disita oleh tim penindakan KPK.
Tim penindakan hanya menyita bukti transfer sebesar Rp 576 juta dalam kegiatan ini diduga merupakan bagian dari pemenuhan permintaan Bupati Panganol sekitar Rp 3 milyar.
Sebelumnya sekitar bulan Juli 2018 diduga telah terjadi penyerahan Cek sebesar Rp 1.5 milyar, namun tidak berhasil dicairkan.
Adapun, uang Rp 576 juta yang diberikan Effendy kepada Pangonal melalui Umar Ritonga bersumber dari pencairan dana pembayaran proyek pembangunan RSUD Rantau Prapat, Labuhanbatu.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Effendy Syahputra disangka melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sebagai pihak yang diduga penerima, Bupati Pangonal dan Umar Ritonga disangkakan melanggar Pasal12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.