Migrant Care Soroti Kekurangan Persiapan Pemilu di Luar Negeri
Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, memperkirakan rendahnya data pemilih sementara luar negeri dipicu oleh beberapa faktor.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Migrant Care menyoroti rendahnya Daftar Pemilih Sementara Luar Negeri (DPSLN) Pemilu 2019 dan belum merepresentasi jumlah buruh Migran di Luar Negeri. Selain itu, ditemukan data pemilih tidak akurat.
Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, memperkirakan rendahnya data pemilih sementara luar negeri dipicu oleh beberapa faktor.
Baca: Jika Sukses Singkirkan UEA, Negara Inilah yang Jadi Calon Lawan Indonesia di Perempat Final
Menurut dia, faktor pertama, pemerintah Indonesia belum berupaya serius untuk melakukan pendataan buruh migran tidak berdokumen yang diperkirakan jumlah tiga kali lipat dibandingkan data buruh migran berdokumen.
"Pendataan ini juga dipertanyakan oleh Komite Pekerja Migran PBB dalam sesi review atas laporan inisial pemerintah Indonesia terhadap implementasi konvensi pekerja migran di Geneva pada September 2017," ujar Anis, ditemui di kantor KPU RI, Senin (20/8/2018).
Faktor kedua, ketidakseriusan PPLN dalam melakukan pendataan yang diduga kuat menggunakan metode konvensional, hanya mendata secara sekedarnya.
Padahal, kata dia, BNP2TKI memiliki SISKOTKLN, Kemenlu memili PORTAL, imigrasi memiliki sistem SIMKIM (Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian) dimana ketiga sistem itu merupakan sumber data yang menjadi rujukan utama menghimpun data pemilih luar negeri.
"Ketiga, partisipasi dalam pengimpunan data pemilih luar negeri masih terbatas," kata dia.
Sementara dari sisi akurasi, dia menjelaskan, banyak temuan yang signifikan dari kajian Pusat Studi Migrasi Migrant CARE terhadap DPSLN beberapa negara, antara lain Malaysia, Saudi Arabia, Singapura, Taiwan, Abu Dhabi, Bahrain.
Temuan itu berupa, pertama format DPSLN berbeda-beda, banyak negara tidak mencantumkan kolom nomor paspor, dan tanggal lahir. Sementara nomor paspor dan tanggal lahir salah satu kunci mengidentifikasi keakurasian data pemilih.
"Di banyak negara juga tidak dilakukan data pilah gender. Ada juga DPSLN yang hanya mencantumkan nama pemilih dengan inisial, seperti DPS Johor Bahru, sehingga tidak bisa di cek oleh pemilihnya apakah sudah terdaftar atau belum," kata dia.
Kedua, beberapa negara tidak mengumumkan DPSLN di website KBRI atau KJRI, sehingga tidak ada akses untuk mengkaji. Seperti Hongkong, Korea, Jepang, dan lain-lain
Ketiga, banyak ditemukan DPS ganda, seperti dalam DPSLN Kualalumpur ditemukan data ganda sejumlah 20.800 yang memiliki kesaamaan nama dan nomor paspor. Di Singapura, ditemukan 245 DPS ganda.
"Banyaknya data ganda ini diperkirakan karena input lebih dari satu kali terhadap pemilih yang melakukan perpanjangan paspor di KBRI/KJRI. Pemilih di bawah umur (1-15 tahun) juga masuk dalam DPS Arab Saudi dan banyak ketidaksesuaian jenis kelamin" tegasnya.