Ditanya Jaksa KPK, Deisti Banyak Jawab Tidak Tahu
Deisti dipanggil jaksa KPK untuk menjadi saksi bagi keponakan suaminya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menggunakan busana hitam panjang dipadu kerudung, istri mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto hadir di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (4/9/2018).
Deisti Astriani Tagor dipanggil jaksa KPK untuk menjadi saksi bagi keponakan suaminya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan pengusaha Made Oka Masagung dalam perkara korupsi proyek pengadaan e-KTP .
Di awal persidangan, Deisti mengaku Irvanto merupakan keponakan dari suaminya, Setya Novanto. Masih menurut Deisti, saat acara keluarga, Irvanto kerap datang ke rumahnya.
Lanjut jaksa KPK bertanya mengenai hubungan Setya Novanto dengan Irvanto, Deisti menjelaskan hubungan keduanya terjalin baik, selayaknya hubungan paman atau om dengan keponakannya.
"Setahu saya hubungan mereka baik-baik saja," ujar Deisti.
Kemudian jaksa KPK Abdul Basir bertanya soal Deisti yang pernah menjabat sebagai komisaris PT Mondialindo Graha Perdana.
Seperti diketahui, PT Mondialindo Graha Perdana (PT MGP) adalah perusahaan yang membeli saham terbesar PT Murakabi Sejahtera, salah satu peserta konsorsium proyek e-KTP tahun 2011-2012.
Jaksa Abdul Basir kembali bertanya soal keberadaan kantor PT Mondalindo, induk perusahaan PT Murakabi di lantai 27 Menara Imperium, Kuningan, Jakarta Selatan.
"Saudara kan komisaris PT Mondalindo, sebenarnya perusahaan ini, perusahaan beneran bukan? Punya alat cetak gak? ," tanya jaksa Abdul Basir.
"Setahu saya ya perusahaan benar, tapi saya belum pernah ke kantornya di Imperium," ungkap Deisti.
Jaksa Abdul Basir kembali bertanya soal posisi Irvanto yang pernah menjabat sebagai Direktur PT Muarakabi pada Deisti, dia menjawab tidak tahu.
"Saya tidak tahu soal Irvanto di Muarakabi," kata Deisti.
Diketahui Irvanto yang juga mantan Direktur PT Muarakabi Sejahtera didakwa turut serta melakukan korupsi proyek e-KTP yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,3 triliun. Dia didakwa bersama-sama dengan pengusaha Made Oka Masagung.
Keduanya berperan menjadi perantara dalam pembagian fee proyek pengadaan barang atau jasa e-KTP untuk sejumlah pihak. Irvanto dan Made Oka juga turut serta memenangkan perusahaan tertentu dalam proyek itu.
Atas perbuatannya, Anang dan Made Oka didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.