Butuh Solusi Konkret Bukan Saling Menyalahkan
Nilai tukar rupiah yang dalam dua minggu terakhir ini pernah mencapai 15.000, hal tersebut dinilai Bhima menjadi sasaran empuk
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Indef Bhima Yudistira mengatakan dibutuhkan solusi konkret dalam menghadapi kondisi menguatnya dolar AS terhadap rupiah.
"Kita butuh solusi kongkret terkait menjaga nilai rupiah," ujar Bhima dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (8/9/2018).
Nilai tukar rupiah yang dalam dua minggu terakhir ini pernah mencapai 15.000, hal tersebut dinilai Bhima menjadi sasaran empuk untuk digoreng menjadi isu politik.
"Katanya oposisi menari-menari di atas badai rupiah ini, kalau digoreng disusupi, disebut kesalahan murni Pak Jokowi. Jadi calm down saja, beri solusi-solusi, perdebatan ke arah 1998 dan 2018 itu sudah gak usah dibahas. Berikan solusi konkret," kata Bhima.
Ia pun meminta, kedua belah pihak baik dari pemerintahan dan oposisi agar menahan diri mengeluarkan stantment di media sosial, apalagi saling menyalahkan.
"Bukannya saling menyalahkan apalagi sampai disusupi kepentingan-kepentingan politik, hingga menimbulkan kegaduhan di media sosial. Ini harus dihindari," kata Bhima.
Sementara itu, Deputi Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Ekonomi Strategis Kantor Staf Presiden Republik Indonesia (KSP) menyerukan masyarakat tak perlu panik menghadapi situasi ini, karena Indonesia telah berpengalaman di tahun 1998, 2005, maupun 2008.
"Tetapi lebih mawas diri dalam mengobservasi data market Indonesia serta berbagai perkembangan terkini di dunia internasional," kata Denni.
Dipaparkan dalam diskusi tersebut, situasi Indonesia ini jauh berbeda dibandingkan kondisi pada 1998 atau 2008, di mana saat ini cadangan devisa jauh lebih kuat, lima kali lebih kuat dibanding 1998.