KPK Periksa Mantan Suami Tamara Bleszynski
KPK memeriksa Teuku Rafly Pasya sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi PT Tuah Sejati.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KPK memeriksa Teuku Rafly Pasya sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi PT Tuah Sejati.
Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik menanyakan kronologi pembelian rumah di Kemang Galaxy.
"Diklarifikasi penyidik terkait kronologis pembelian rumah di Kemang Galaxy. Yang bersangkutan menyampaikan membeli dari pengembang," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Jakarta, Jumat (14/9/2018).
Menurut Febri, penyidik memeriksa mantan suami dari artis Tamara Bleszynski itu karena menduga rumah tersebut sebelumnya telah dibeli oleh PT TS yang merupakan tersangka korupsi korporasi dalam kasus pembangunan Dermaga Bongkar di Sabang, Aceh.
"Kami menduga, aset tersebut sebelumnya telah dibeli oleh PT. TS yang jadi tersangka dalam kasus ini," kata Febri.
Baca: Ingat Mantan Suami Tamara Bleszynski, Teuku Rafly Passya? Ternyata Begini Kehidupannya Sekarang!
KPK telah menetapkan PT TS dan PT NK (Persero) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Dermaga Bongkar di Sabang, Aceh, pada kawasan Perdagangan Bebas dan pelabuhan bebas Sabang.
Penetapan kedua korporasi ini merupakan hasil pengembangan dari penyidikan perkara yang membelit sejumlah tersangka sebelumnya.
PT NK dan PT TS melalui Heru Sulaksono yang merupakan Kepala PT NK cabang Sumatera Utara dan Aceh merangkap kuasa Nindya Sejati Joint Operation diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu perusahaan.
Dugaan melawan hukum itu terkait pekerjaan pelaksanaan pembangunan dermaga bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan pelabuhan bebas Sabang, Aceh yang dibiayai APBN tahun anggaran 2006-2011 dengan nilai proyek sekitar Rp 793 miliar.
Rinciannya, pada 2004 senilai Rp 7 miliar (tidak dikerjakan pada 2004-2005 karena bencana tsunami Aceh, tapi uang muka telah diterima sebesar Rp 1,4 miliar), pada 2006 Rp 8 miliar, pada 2007 Rp 24 miliar, pada 2008 Rp 124 miliar, pada 2009 Rp 164 miliar, pada 2010 Rp 180 miliar, dan 2011 Rp 285 miliar.
Diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp 313 miliar.
Dua korporasi ini diduga mendapat keuntungan sejumlah Rp 94,58 miliar yang berisiko tidak dapat dikembalikan ke negara jika korporasi tidak diproses.
Dugaan penyimpangan secara umum adalah dengan cara:
Pertama; penunjukan langsung
Kedua; Nindya Sejati Joint Operation sejak awal diarahkan sebagai pemenang pelaksana pembangunan
Ketiga; rekayasa dalam penyusunan HPS dan penggelembungan harga (mark up)
Keempat; pekerjaan utama disubkontrakkan kepada PT Budi Perkara Alam (PT BPA) dan adanya kesalahan prosedur seperti izin amdal belum ada tapi tetap dilakukan pembangunan.
Diduga laba yang diterima PT NK dan PT TS dari proyek tahun jamak ini adalah sebesar Rp 94,58 miliar yaitu PT NK sekitar Rp 44,68 miliar, dan PT TS sekitar Rp 49,9 miliar.
KPK telah melakukan pemblokiran rekening terhadap PT Nindya Karya yang diduga menerima uang tersebut.
Sedangkan untuk PT Tuah Sejati, sudah disita aset berupa SPBN dan SPBN (untuk nelayan) senilai Rp 12 miliar.
Penyidik masih mengembangkan dan menelusuri sejumlah aset PT TS.
KPK menyangka PT Tuah Sejati dan PT Nindya Karya melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sebelumnya dalam kasus ini, KPK telah memproses empat orang tersangka dengan tiga orang sudah divonis yaitu, pertama Heru sulaksono divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar dan kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp 23,127 miliar.
Kedua, Pejabat Pembuat Komitmet Sagtuan Kerja Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang pada BPKS, Ramadhani Ismy, divonis 6 tahun penajra ditambah dengan Rp 200 juta dan kewajiban membayar uang pengganti Rp 3,2 miliar sehingga total uang pengganti dari tiga terpidana tersebut sejumlah Rp 31 miliar.
Ketiga, Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam pengadaan proyek, Ruslan Abdul Gani, divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta dan kewajiban membayar uang pengganti Rp 4,36 miliar.