Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Penjelasan Jonan Soal Defisit Sektor Migas di Bulan Agustus

Defisit di sektor migas tersebut memicu defisit neraca perdagangan di bulan Agustus sebesar 1,02 miliar dolar AS

Penulis: Apfia Tioconny Billy
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Penjelasan Jonan Soal Defisit Sektor Migas di Bulan Agustus
Istimewa
Ignasius Jonan 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Apfia Tioconny Billy

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Agustus 2018 sektor minyak dan gas mengalami defisit hingga 1,66 miliar dolar AS kendati sektor nonmigas surplus 0,64 miliar dolar AS.

Defisit di sektor migas tersebut memicu defisit neraca perdagangan di bulan Agustus sebesar 1,02 miliar dolar AS. Angka tersebut relatif rendah dari periode Juli sebesar 2,03 miliar dolar AS.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, menjelaskan saat ini outlook penerimaan migas telah mencapai Rp 240,3 triliun meningkat 50 persen dari target di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Rp 240 triliun itu Rp 200 triliun dari penerimaan migas dan Rp 40 triliun dari minerba. Kan banyak nih, APBN hanya Rp 156 triliun atau 50 persen lebih dari APBN outlook akhir tahan," kata Jonan di kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Senin (17/9/2018).

Kemudian untuk subsidi di sektor esdm mencapai Rp 147,9 triliun namun menurut Jonan dapat tertolong dengan naiknya jumlah pendapatan di sektor migas yang mencapai Rp 240 triliun.

Baca: Kapolri Teken MoU dengan SKK Migas dan BPH Migas

Adapun peningkatan penerimaan migas tersebut didorong oleh naiknya harga minyak mentah

Berita Rekomendasi

"Kenapa? Karena harga minyak naik, subsidi harus naik kalau tidak harga eceran bakal naik. Tapi bagi hasil minyak kan kita terima lebih tinggi," ungkap Jonan.

Jonan pun menyebutkan neraca perdagangan migas memang akan defisit karena harga impor minyak sangat tinggi seperti saat ini ICP mencapai 67 dolar AS sedangkan asumsi di APBN di awal 2018 sebesar 48 dolar AS.

"Memang neraca perdagangan pasti minus, karena harga impornya tinggi. Ekspornya juga tinggi tapi pasti kalah karena nilai ICP kita misal 48 dolar AS asumsi APBN di awal 2018, sekarang 67 dolar AS," kata Jonan.

"Naiknya hampir 50 persen, yang pasti impor naik, defisit neraca perdagangan naik," sambung Jonan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas