Saksi Jelaskan Bahasa ''Kode'' dalam Kasus Suap Gubernur Aceh
Jaksa KPK, sempat menanyakan pada Muyasir soal adanya kode "Zakat Fitrah untuk Lebaran satu ember dulu" atau Rp 1 miliar dari Hendri Yuzal
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ajudan Bupati Bener Meriah, Muyasir hadir menjadi saksi di sidang terdakwa Bupati nonaktif Bener Meriah, Ahmadi yang didakwa memberi suap ke Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf Rp 1miliar lebih.
Dalam sidang yang digelar Senin (1/10/2018) Muyasir anggota Polres Bener Meriah ini hadir menggunakan kemeja putih lengan panjang. Sebelum diperiksa, Muyasir lebih dulu diambil sumpah.
Baca: Jokowi dan Kiai Maruf Dijadwalkan Hadiri Doa Bersama 1.500 Kiai Kampung di Jawa Barat
Jaksa KPK, sempat menanyakan pada Muyasir soal adanya kode "Zakat Fitrah untuk Lebaran satu ember dulu" atau Rp 1 miliar dari Hendri Yuzal ke Muyasir.
Uang yang dimaksud merupakan permintaan fee dari Gubernur Irwandi Yusuf yang diwakili oleh ajudannya, Hendri Yuzal ke terdakwa Ahmadi yang diwakili oleh Muyasir.
"Benar ada kode zakat Fitrah satu ember dulu? ," tanya jaksa KPK pada Muyasir.
"Benar, Zakat Fitrah itu hanya kiasan pak. Hendri yang minta, lalu Saiful (Teuku Saiful Bahri, anggota timses Irwandi di Pilkada 2017) telfon saya. Saiful hubungi terdakwa tidak aktif. Akhirnya melalui saya untuk teruskan ke bupati, soal permintaan uang," papar Muyasir.
Muyasir juga mengamini pemberian uang terjadi 3 kali. Pertama pada 7 Juni 2018 di depan SMEA Lampineung Banda Aceh Rp 120 juta.
Kedua 9 Juli 2018 di Hotel Hermes Banda Aceh Rp 300 juta dan Rp 130 juta sehingga total Rp 430 juta. Terakhir pada 3 Juli 2018, penyerahan uang Rp 500 juta di parkiran Hotel Hermes.
Diketahui kasus ini diawali dari OTT, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat tersangka.
Mereka yakni Gubernur nonaktif Aceh Irwandi Yusuf, Bupati Bener Meriah Ahmadi serta dua pihak swasta Hendri Yuzal dan T Syaiful Bahri.
Diduga Gubernur Irwandi meminta jatah sebesar Rp 1,5 miliar atas fee ijon proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari DOKA TA 2018.
Ahmadi didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1huruf a dan Pasal 13 Undang-Undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.