Satu Bola Lampu, Sejuta Harapan Kota Palu
“Listrik padam, kota kami gelap gulita, kepanikan melanda, kekhawatiran akan keamanan dirasakan semua orang,” jelasnya.
Editor: Content Writer
“Satu bola lampu yang menyala memberi harapan sejuta pedagang di kota Palu”
Kalimat diatas meluncur dari Simpra Tajang (51), pemilik Unity Cafe and Coffee di Jalan Basuki Rahmat No 49, Palu, Sulawesi Tengah untuk menggambarkan besarnya manfaat listrik paska bencana gempa dan tsunami di Palu.
Mengenang kembali detik-detik bencana yang memilukan itu, Simpra bertutur, dia dan pegawainya sedang sibuk melayani pesanan minuman dan makanan tamu. Tiba-tiba goncangan terjadi begitu keras. Pengunjung berlarian keluar. Meja, peralatan dapur dan etalasenya berjatuhan. Seketika suasana semakin mencekam saat listrik tiba-tiba padam.
“Listrik padam, kota kami gelap gulita, kepanikan melanda, kekhawatiran akan keamanan dirasakan semua orang,” jelasnya.
Simpra cukup beruntung, cafe miliknya tidak mengalami kerusakan serius. Yang terlihat hanya retak rambut pada tembok, hanya pagar samping sepanjang 20 meter yang roboh, selebihnya semuanya masih dalam keadaan baik.
Selama listrik padam, ia dan keluarganya mendirikan tenda di halaman cafe. Selain masih adanya trauma, ia juga ingin memastikan semua fasilitas dan sarana usahanya dalam keadaan aman.
Tiga hari pertama saat listrik masih padam. Optimisme hidup Simpra sempat surut. Di benaknya harapan mulai memudar. Apalagi usaha cafe merupakan tumpuan keluarganya mengais nafkah di Palu.
Suatu waktu ia berkeliling kota palu menggunakan sepede motor, disetiap sudut kota ia melihat sendiri petugas PLN sibuk memperbaiki jaringan listrik. Dalam hati, Simpra berharap PLN bisa secepatnya menyalakan kembali listrik.
“PLN cepat sekali responnya, saya ingat hari ke-6 paska gempa, daerah Basuki Rahmat listrik sudah menyala. Betapa senang perasaan saya, bagi pengusaha kuliner seperti saya ini, rasanya sendi kehidupan mulai bangkit kembali,” katanya.
Empat pegawai Simpra masih diliputi trauma, keempatnya belum dapat kembali bekerja. Simpra memutuskan tetap membuka usaha kulinernya dibantu adik laki-lakinya. Hari pertama listrik menyala, cafenya buka kembali. Pengunjung mulai berdatangan. Saat itu kebanyakan relawan yang datang.
“Dibalik musibah yang terjadi, Tuhan juga memberikan rezeki yang luar biasa. Semenjak listrik kembali menyala, cafe saya tak pernah sepi pengunjung. Optimisme saya menjulang. Saya yakin warga Palu lainnya juga merasakan hal yang sama,” katanya.
Simpra mencoba membayangkan apabila listrik dari PLN tak kunjung menyala. Ia tak mungkin menggunakan genset untuk usaha. Ia sadar akan lebih mahal biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli minyak.
“Lebih dua pekan sudah paska gempa. Palu kembali terang. Kehidupan berangsur normal. PLN tidak hanya memberi warga Palu penerangan. PLN memberi kami optimisme untuk kembali bangkit,” katanya.
Sembari mengantarkan pesanan pengunjung, Simpra sempat mengucapkan terima kasih kepada Dirut PLN, yang dengan sigap mengirimkan lebih dari seribu relawan PLN dari seluruh Indonesia untuk menerangi Palu.(*)