Soal Kasus Ratna Sarumpaet, Dahnil: Pertanyaan Penyidik Mengarah Seolah-olah Kami Tersangka
"Apalagi kami berulang dipanggil dan bagi kami pertanyaannya enggak substantif. Mengarah seolah-olah kami ini tersangka," katanya
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Dicecar 11 Pertanyaan, Dahnil: Mengarah Seolah-olah Kami Tersangka
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tiga saksi kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks penganiayaan aktivis Ratna Sarumpaet telah menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya.
Tiga saksi tersebut diantaranya, Koordinator Juru Bicara BPN Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak, Ketua KSPI, Said Iqbal, dan Wakil Ketua BPN Prabowo-Sandiaga, Nanik S Deyang.
Baca: Penyidik Panggil Kembali Saksi Hoaks Ratna Sarumpaet
Mereka diperiksa sekitar enam jam lebih sejak pukul 14.00 WIB hingga pukul 20.30 WIB. Ketiganya dicecar 11 pertanyaan oleh penyidik.
Seusai pemeriksaan, Dahnil memprotes pertanyaan yang diajukan oleh penyidik. Menurutnya, pertanyaan yang diajukan tidak substantif.
"Apalagi kami berulang dipanggil dan bagi kami pertanyaannya enggak substantif. Mengarah seolah-olah kami ini tersangka dan kami enggak paham sama sekali," ujar Dahnil di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (26/10/2018).
Dahnil menegaskan agar polisi tidak menjadi alat politik. Menurutnya polisi harus netral terutama di tengah tahun politik ini.
"Jadi saya berulang kali menyebutkan cara-cara begini dihentikan. Dan saya ingin tentu polisi bekerja secara profesional," tegas Dahnil.
Seperti diketahui, polisi menetapkan Ratna Sarumpaet tersangka menyebarkan berita bohong alias hoaks soal penganiayaan.
Dirinya ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta, Kamis (4/10/2018) malam. Dia diciduk sebelum naik pesawat meninggalkan Indonesia.
Baca: Asops Kasad : Jaga dan Pelihara Soliditas Antar Prajurit Indobatt
Ratna disangkakan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 jo Pasal 45 Undang-Undang ITE terkait penyebaran hoaks penganiayaan.
Atas kasus tersebut, Ratna terancam 10 tahun penjara. Ratna juga terancam pasal 14 UU nomor 1 tahun 1946. Pasal ini menyangkut kebohongan Ratna yang menciptakan keonaran.