KPU akan Berkomunikasi dengan MK dan MA Bahas Pencalonan Oesman Sapta
KPU RI akan berkomunikasi dengan Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait persoalan PKPU Nomor 26 Tahun 2018
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KPU RI akan berkomunikasi dengan Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait persoalan PKPU Nomor 26 Tahun 2018
Upaya ini untuk mendapatkan kepastian hukum setelah dikeluarkan putusan MA yang mengabulkan permohonan uji materi atas PKPU Nomor 26 Tahun 2018.
Baca: KPU Akan Gelar Rapat Pleno Sikapi Putusan MA Soal Pencalonan OSO
"Iya, kami akan berkomunikasi. Logikanya kami komunikasi dengan pihak yang mengeluarkan putusan. Kami ada dua opsi, mau ketemu secara langsung secara resmi atau mau bersurat," ujar Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan, Selasa (30/10/2018).
Baca: MA Kabulkan Gugatan Uji Materi OSO, Begini Reaksi Komisioner KPU
Dia menjelaskan, terdapat dua pendapat hukum berbeda mengenai pengurus partai politik mencalonkan diri sebagai anggota DPD RI.
Putusan MK menafsirkan jabatan kepengurusan seseorang dalam parpol sebagai “pekerjaan”, sehingga tidak boleh menjadi calon anggota DPD.
Adapun, MA mengabulkan permohonan uji materiil yang diajukan Oesman Sapta Odang terkait peraturan KPU 26/2018 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Dewan Perwakilan Daerah, dengan nomor registrasi 65 P/HUM/2018, tanggal 25 September 2018.
Dia melihat, ada dua substansi berbeda antara MA dan MK. Untuk itu, dia menambahkan, KPU RI harus mendapatkan kepastian hukum supaya tidak menimbulkan multitafsir.
"Nah ini dua produk hukum. Dan KPU harus mematuhi hukum. Nah putusan MK itu hukum , kemudian putusan MA juga hukum. Nah dua putusan yang substansi berbeda, maka kami perlu bertanya, kepada lembaga yang mengeluarkan putusan itu," kata dia.
Sebelumnya, Mahkamah Agung RI mengabulkan permohonan uji materi atas Peraturan KPU (PKPU) Nomor 26 Tahun 2018 yang melarang pengurus Parpol menjadi calon DPD RI.
Sebelumnya, larangan itu tidak ada di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu maupun PKPU. Permohonan itu diajukan Oesman Sapta Odang (OSO), Ketua DPD yang juga menjabat Ketua Umum Partai Hanura.
KPU RI mengeluarkan PKPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang PERUBAHAN ATAS PKPU NO. 14 TAHUN 2018 TENTANG PENCALONAN PERSEORANGAN ANGGOTA DPD.
PKPU Nomor 26 Tahun 2018 merupakan tindak lanjut atas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menafsirkan jabatan kepengurusan seseorang dalam parpol sebagai “pekerjaan”, sehingga tidak boleh menjadi calon anggota DPD.
Putusan MA tidaklah membatalkan Putusan MK, tetapi membatalkan PKPU, karena dinilai PKPU tersebut membuat aturan yang berlaku surut.