Denjaka Ikut Bantu Evakuasi Lion Air JT 610, Ketahui Kekuatan Pasukan Ini
Sebagai pasukan khusus yang dibentuk oleh TNI AL, para personel Denjaka memang merupakan orang-orang pilihan dan terbaik di satuannya.
Editor: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Proses evakuasi korban Lion Air JT 610 masih terus berjalan pada hari kedua, Selasa (30/10/2018) ini.
Hingga saat ini tubuh pesawat Lion Air yang jatuh tenggelam di perairan Tanjung Karawang ini masih belum ditemukan.
Basarnas sebagai salah satu tim yang bertugas melakukan proses evakuasi korban mendapat bantuan dari TNI dan Polri.
Salah satu tim yang turut serta dalam upaya pencarian ini adalah Detasemen Jalamangkara (Denjaka) yang merupakan pasukan khusus dari TNI Angkatan Laut.
Denjaka terkenal punya kekuatan yang sangat luar biasa. Selain jago menyelam dan bertempur di dalam air, Denjaka juga ditakuti oleh pasukan khusus dari berbagai negara lain.
Dalam berbagai atraksi di luar negeri pasukan khusus TNI AL Detasemen Jalamangkara (Denjaka) berhasil membuat gentar pasukan-pasukan khusus lainnya termasuk Navy Seal dari AS.
Para anggota Navy Seal yang secara rutin melakukan latihan bersama Denjaka selalu dibuat geleng-geleng kepala mengingat latihan Denjaka tergolong ekstrem dan berbahaya.
Misalnya, para personel Denjaka biasa melakukan latihan menembak sasaran dalam jarak dekat dan saling berhadap-hadapan menggunakan peluru tajam.
Mereka juga melakukan demo penerjunan dari udara untuk membebaskan teroris dengan cara terjun di atas atap gedung atau kapal kecil yang sedang melaju di tengah laut. Dan lain sebagainya.
Sebagai pasukan khusus yang dibentuk oleh TNI AL, para personel Denjaka memang merupakan orang-orang pilihan dan terbaik di satuannya.
Para personel Denjaka bahkan berasal dari personel terbaik yang semula sudah bertugas di satuan pasukan khusus TNI AL.
Mereka berasal dari Komando Pasukan Katak (Kopaska) dan Intai Amfibi Marinir (Taifib).
Baca: Cari Bangkai Pesawat Lion Air JT 610, Wiranto: Konsentrasi Cari Black Box
Eksistensi Detasemen Jala Mangkara (Denjaka) sebagai satuan antiteror aspek laut TNI dimulai sejak diterbitkannya Surat Keputusan KSAL No.Skep/2848/XI/1982 tertanggal 4 November 1982.
Isinya berupa pembentukan Pasukan Khusus Angkatan Laut (Pasusla) yang bertugas menanggulangi bermacam bentuk ancaman keamanan yang terjadi pada aneka wahana transportasi laut sipil, kapal perang TNI AL, maupun instansi penting yang berada di tepi pantai atau di tengah laut.
Ancaman dapat berupa aksi klandestin, sabotase, penyanderaan, maupun pembajakan konvensional.
Denjaka dipimpin perwira berpangkat letnan kolonel.
Di awal pembentukannya, pasusla beranggotakan 70 prajurit pilihan yang berasal dari Satuan Pasukan Katak (Kopaska) dan Batalion Intai Amfibi Marinir (Yontaifib).
Pucuk kendali pembinaan menjadi tanggung jawab Panglima Armada RI Kawasan Barat (Pangarmabar) dengan koordinasi bersama Komandan Korps Marinir.
Sementara wewenang penugasan ada di tangan KSAL. Pasusla memperoleh legalisasi lewat surat keputusan Panglima ABRI tahun 1984.
Sejak itu Pasusla menjadi satuan antiteror yang pembinaannya khusus di bawah Komandan Korps Marinir.
Baca Juga : Lion Air JT 610, Pesawat Pertama Sekaligus Terakhir yang Dinaiki Arif Yustian
Secara resmi nama “Detasemen Jalamangkara” mulai dipakai sejak keluarnya Surat Keputusan KSAL No.Kep/42/VII/1997 tertanggal 31 Juli 1997.
Namun hingga kini justru tanggal 4 November yang ditetapkan sebagai hari jadi satuan elite yang bermarkas komando merangkap pusat pendidikannya berada di Bhumi Marinir Cilandak, Jakarta Selatan.
Fasilitas pendidikan Denjaka di Bhumi Marinir itu merupakan fasilitas latihan yang lengkap karena terdapat bangunan yang bisa mensimulasikan lautan, kapal perang, kapal selam, hutan belantara, rawa-rawa, bangunan untuk latihan perang antiteror dan lainya.
Pada dasarnya, materi pendidikan antiteror dan antisabotase yang diterima calon anggota Denjaka tak banyak beda dengan yang disuguhkan pada unit-unit antiteror lainnya di jajaran TNI.
Hanya saja ruang lingkup operasi lebih banyak berkutat di laut.
Selain metode pencapaian sasaran lewat teknik lintas udara (combat free fall) juga ditekankan penguasaan metode bawah air (combat diving) dan lintas atas air senyap.
Baik dengan berenang (combat swimming) maupun memakai perahu karet.
Hal ini wajar mengingat pada praktiknya satuan Denjaka sedang menggabungkan ketiga macam teknik perlintasan guna mencapai sasaran yang dituju.
Alhasil, satuan elit ini bakal mengadakan program latihannya di tempat yang bermatra lautan.
Baca Juga : Ada Caption Menyentuh di Balik Foto Pada Case yang Ditemukan di Puing-puing Lion Air JT 610
Misalnya, kapal penumpang yang tengah berlayar, anjungan minyak lepas pantai, atau pulau terpencil di tengah laut.
Selain penguasaan ilmu bertempur, Denjaka juga dibekali ilmu kejiwaan dan analisa situasi khusus.
Sebelum melancarkan serangan, biasanya diajukan tim pendahulu yang bertindak sebagai negosiator dengan teroris.
Di samping agar tahu apa yang dituntut, dari negosiasi dapat juga diukur waktu yang cukup lama agar unit serbu sempat menyiapkan diri sebaik mungkin.
Tak hanya itu, para negosiator juga bertugas “membaca” kemampuan, kekuatan, tipu muslihat, sekaligus kelemahan teroris.
Bila upaya negosiasi berujung pada kebuntuan, unit serbu segera dikerahkan. Terbagi dalam tiga tim, yakni tim atas air, bawah air dan lintas udara.
Masing-masing tim beranggotakan selusin prajurit dengan spesialisasi beragam.
Mulai dari penjinakan bahan peledak, medis, komunikasi elektronik dan teknologi informasi. Ada banyak sandi yang dipakai dalam operasi Denjaka.
Isyarat operasi bisa disandikan dengan “KILAT”, penundaan dengan “MENDUNG”, dilanjutkan dengan “CERAH”.
Baca: Pesawat Lion Air JT 610 Jatuh, Ini Daftar Lengkap Kecelakaan Lion Air Sejak Beroperasi
Waktu yang dibutuhkan oleh ketiga tim serbu Denjaka sejak masuk ke lokasi sasaran, menggelar serangan dadakan hingga evakuasi personel biasanya tak lebih dari 15 menit.
Layaknya satuan antiteror, tim serbu mengandalkan persenjataan yang cukup mumpuni dalam pertarungan jarak dekat.
Beragam pistol otomatis, granat asap, granat kejut hingga senapan mesin ringan, masuk dalam inventaris.
Misalnya, pistol otomatis SiG Sauer P-226/P-228 kaliber 9 mm, pistol mitraliur Uzi kaliber 9 mm, senapan otomatis MP5 dengan beragam variannya dan senapan tembak runduk SG-550 kaliber 5,56 mm.
Tim serbu juga memanfaatkan sejumlah peralatan pendukung. Daftarnya cukup standar: perahu karet bermotor, peralatan selam lengkap, peralatan para lengkap, komunikasi elektronik, senter kedap air, navigasi GPS serta pengendus malam NVG.
Tak hanya operasi antiteror dan antisabotase, Denjaka dapat pula dilibatkan dalam operasi rahasia “jenis lain” berdasarkan perintah langsung Panglima TNI.
Hingga kini, keberadaan satuan ini terkesan dirahasiakan. Bahkan penugasannya pun acap kali tak diakui ataupun tercatat resmi oleh Markas Besar TNI.