KSP Segera Sampaikan Permintaan Koalisi Save Ibu Nuril ke Presiden
Ali Mochtar Ngabalin mengatakan, pada hari ini belum ada pembahasan terkait dengan kasus Baiq Nuril, mengingat Presiden sedang berada di luar kota.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kantor Staf Kepresidenan (KSP) akan segera menyampaikan permintaan Koalisi Save Ibu Nuril terkait amnesty untuk Baiq Nuril, kepada Presiden Presiden Joko Widodo.
Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi KSP, Ali Mochtar Ngabalin mengatakan, pada hari ini belum ada pembahasan terkait dengan kasus Baiq Nuril, mengingat Presiden sedang berada di luar kota.
"Saya percaya presiden akan berikan tanggapan, pandangan, terkait apa yg disampaikan, apa yg diusulkan dan disampaikan kepada kami di KSP untuk nanti diteruskan ke Presiden," ujar Ngabalin di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (19/11/2018).
Menurut Ngabalin, KSP akan menindaklanjuti apa saja permintaan masyarakat untuk disampaikan Presiden, terlebih KSP terbuka untuk siapapun dan bukan tempat yang tertutup.
Baca: Komnas Perempuan: Kejaksaan Sebaiknya Tunda Eksekusi Putusan MA terhadap Baiq Nuril
"KSP itu tempat dimana semua orang, Presiden telah keluarkan keputusan bahwa tempat ini menjadi tempat untuk menyampaikan masalah yang dirasakan tidak terselesaikan," paparnya.
Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Aggara Suwahju mengatakan, pertemuan dengan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan Ifdhal Kasim untuk meminta Presiden mempertimbangkan pemberian amnesty kepada Nuril.
"Selain itu kami menyerahkan petisi yang digalang oleh masyarakat agar presiden berkenan memberikan amnesti kepada ibu Nuril, surat dan petisi kami tadi akan diserahkan kepada Presiden," kata Anggara yang merupakan bagian dari Koalisi Save Ibu Nuril di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta.
Menurut Anggara, permintaan yang disampaikan bukan berbentuk grasi, mengingat dalam undang-undang pemberian grasi untuk orang yang dipidana minimum dua tahun penjara dan Nuril hanya enam bulan penjara.
"Secara hukum enggak memungkinkan. kedua, tentu dari sisi kami karena kami anggap banyak rekayasa itu tidak adil, kalau orang yang enggak melakukan kesalahan minta diampuni kesalahan," ujarnya.