Charta Politika: Pilpres 2019 Diisi Pertarungan 'Branding' Jokowi-Sandiaga
baik kubu pertahana maupun oposisi gencar melakukan kampanye emosional dibandingkan rasional guna menarik hati masyarakat.
Penulis: Ria anatasia
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya memprediksi kontestasi politik jelang pemilihan presiden (Pilpres) 2019 lima bulan ke depan akan diwarnai pertarungan narasi terkait "personal branding" antara Capres nomor urut 1, Joko Widodo dengan Cawapres nomor urut 2, Sandiaga Uno.
Ia menyebut, baik kubu pertahana maupun oposisi gencar melakukan kampanye emosional dibandingkan rasional guna menarik hati masyarakat.
"Kalau berkaca terhadap kekuasaan publik, Jokowi saat ini lebih unggul. Kalau oposisi kampanye rasional, mereka akan kalah. Kampanye emosional yang akan kita lihat lima bulan ke depan," ujarnya di acara Indonesia Investment Conference Exhibition di Jakarta, Rabu (21/11/2018).
Yunarto mengklaim, dua tokoh itulah yang paling cocok untuk 'dijual' ke publik. Capres nomor urut 2, Prabowo Subianto dinilai tak mampu lagi dijadikan brand untuk kubu oposisi.
"Terbukti sudah dua kali gagal. Kalau pak Prabowo yang dipakai biaya juga semakin besar," ucapnya.
"Sementara kita lihat sehebat apa Sandiaga Uno saat pilkada DKI. Terbukti saat disurvei, masyarakat paling kenal program OKE OCE," sambungnya.
Dari sisi Jokowi, Yunarto membahas tim komunikasi presiden yang menurutnya gencar memberitakan soal sneakers, jaket, hingga kostum unik yang dipakai sang presiden. Menurutnya, semua tak lepas dari strategi personal branding.
Yunarto juga membandingkan adu gaya blusukan Jokowi dan Sandi ke sejumlah pasar.
"Kita lihat tempe setipis ATM, tablet dan lainnya dari Sandi. Saya kira pasangan norut 2 berhasil geser pertarungan Jokowi versus Sandi," ucapnya.
Ia melanjutkan, hasil pilpres 2019 saat ini masih tak dapat diprediksi. Apalagi, jarak elektabilitas di antara keduanya lebih kecil dibandingkan pertandingan sebelumnya di Pilpres 2014.
"Beberapa survei mencatat selisih terakhir sekitar 20 persen Jokowi unggul atas prabowo. Apakah gap cukup besar untuk putuskan siapa yang menang. By number it is big, tapi data histori berbeda. Simulasi pada Maret-Juli 2014, selisih 34 persen di pertengahan hampir berimbang. Sekarang selisih lebih kecil Jokowi modal awalnya lebih kecil," pungkasnya.