Keadilan dan Kesejahteraan Sektor Pertanian
Pertanian merupakan sektor penting dalam menunjang gerak kehidupan berbangsa serta bernegara Indonesia.
Editor: Content Writer
Dengan begitu, muncul para ahli dari lokal yang dapat memajukan tanah pertanian daerahnya sendiri.
Sederet fakta data kinerja Kementerian Pertanian tersebut telah menyokong fakta upaya mendorong pemerataan dan kemajuan pembangunan dan kesejahteraan ekonomi Papua maupun Papua Barat dalam usaha mewujudkan keadilan sosal di seluruh penjuru Tanah Air.
Disamping itu, meningkatkan kesejahteraan petani maupun “ kelompok terlemah” buruh tani, merupakan bagian dari tangungjawab yang diemban Pemerintah melalui Kementerian Pertanian.
Menurut data yang baru dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), secara implisit menunjukkan kesejahteraan buruh tani pada Oktober 2018 relatif menjadi lebih baik dan relatif stabil dibandingkan dengan kesejahteraan buruh bangunan.
Data BPS menunjukkan upah nominal harian buruh tani pada Oktober naik sebesar 0,31% (Rp 163) dibanding upah buruh tani pada bulan sebelumnya (September 2018), yaitu dari Rp 52.665 menjadi Rp 52.828 per hari. Pada saat yang sama, upah nominal buruh bangunan juga naik, tapi hanya sebesar 0,08% (Rp 69), yaitu dari Rp 86.648 menjadi Rp 86.717 per hari.
Di sisi lain, dengan memperhatikan perkembangan indek konsumsi rumah tangga, upah riil buruh tani pada sektor pertanian pada Oktober 2018 sedikit menurun, yaitu 0,04% (Rp 15) dibandingkan September 2018, dari 38.205 per hari menjadi Rp 38.190 per hari.
Sementara pada saat yang sama upah riil buruh bangunan mengalami penurunan yang lebih besar, 0,20% (Rp 156), yaitu dari Rp 64.774 per hari menjadi Rp 64.618 per hari. Hal tersebut menunjukkan kesejahteraan buruh di sektor pertanian, saat ini lebih baik daripada buruh di sektor bangunan.
Selain mampu meningkatkan produksi, ketepatan pemerintah dalam menentukan program dan kebijakan pembangunan pertanian telah mampu meningkatkan kesejahteraan petani, yang dapat dilihat dari indikator membaiknya Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) dan menurunnya jumlah penduduk miskin di perdesaan.
Pada tahun 2014 nilai NTUP (Pertanian Sempit tanpa Perikanan) hanya sebesar 106,05; dan pada tahun 2015 dan 2016 berturut-turut meningkat menjadi 107,44 dan 109,83. Nilai NTUP pada tahun 2017 dan 2018 juga membaik menjadi 110,03 dan 111,77. Jjumlah penduduk miskin di perdesaan juga terus menurun, pada Maret 2015 masih sekitar 14,21% (17,94 juta jiwa) dan pada bulan yang sama tahun 2016 dan 2017 turun menjadi 14,11% (17,67 juta jiwa) dan 13,93% (17,09 juta jiwa). Demikian juga pada Maret 2018, kembali turun menjadi 13,47% (15,81 juta jiwa.
Secara umum, keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan produksi melalui penerapan program dan kebijakan pembangunan pertanian yang tepat telah mampu meningkatkan ketersediaan pangan dari produksi dalam negeri secara signifikan.
Dampaknya terlihat dari stabilnya harga pangan di tingkat konsumen, sekalipun pada hari hari besar keagamaan maupun tahun baru terutama dalam 2 tahun terakhir.
Inflasi kelompok bahan makanan terus menurun, dari 10,57% pada tahun 2014, masing-masing menjadi 4,93% pada tahun 2015 dan 5,69% pada tahun 2016. Bahkan tahun 2017, selain turun menjadi 1,26%, dapat dikatakan dalam sejarah Indonesia baru kali ini inflasi bahan makanan/pangan lebih rendah dari inflasi umum (3,61%).
Penurunan ini terjadi karena keberhasilan pemerintah dalam menentukan program-program peningkatan produksi dalam negeri.
Kita semua sepakat bahwa pembangunan akan dikatakan berhasil jika program dan kebijakan yang dijalankan mampu meningkatkan kesejahteraan petani secara merata di tanah air.
Hal ini telah dibuktikan dan sejalan dengan program dan kebijakan pembangunan pertanian yang dijalankan Pemerintah saat ini, hasilnya tidak hanya sebatas meningkatkan produksi, tapi juga mampu meningkatkan kesejahteraan petani diseluruh Indonesia sebagai pelaku utama dalam sektor pertanian, sebagaimana yang telah saya uraikan diatas.(*)