Aktivis 98 Sebut Soeharto Bapak Pembangunan yang Gagal!
Faktanya pada tahun 1997 Pak Harto malah membawa Indonesia ke krisis moneter.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Inilah kelanjutan perkara sebutan Soeharto sebagai guru Korupsi.
Aktivis pergerakan 1998 Bandot D Malera menyebut Soeharto sebagai Bapak Pembangunan Gagal dan menjadi inspirasi bagi para koruptor.
"Kalau ikut dengan skema Repelita yang dicanangkan Pak Harto, maka pada tahun 1995 dan 1996 Indonesia sudah tinggal landas. Namun faktanya pada tahun 1997 Pak Harto malah membawa Indonesia ke titik nadir yang berujung pada krisis. Jadi disini saya katakan klaim pak Harto sebagai Bapak Pembangunan sudah gagal dan bisa dikatakan Pak Harto sebagai Bapak Pembangunan Gagal," kata Bandot dalam diskusi akhir tahun bertajuk "Soeharto: Bapak Pembangunan Atau Guru Korupsi" di Jakarta, Senin 24 Desember 2018.
Baca: Setara Institute: Catatan Kebesaran Soeharto yang Harus Diingat Publik
Bandot yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Kajian Rumah Pergerakan 1998 memaparkan lebih lanjut perihal sebutan Soeharto sebagai inspirasi bagi para koruptor di tanah air.
Dengan kekuasan yang terpusat , maka Soeherto dengan mudah menguasai aset aset ekonomi. Dengan kata lain bahwa kekuasan berbarengan dengan penguasaan ekonomi. Model atau pola kekuasaan sentralistik inilah yang ditiru dan menjadi inspirasi bagi kepala daerah di era reformasi ini.
"Contoh paling nyata adalah dinasti di Banten. Dinasti Ratu Atut Chosiyah. Kita bisa lihat bagaimana praktik korupsi di Banten terjadi. Memang benar mereka tidak berguru langsung kepada Pak Harto. Namun mereka menengok kepada keluarga Cendana. Disinilah Soeharto menjadi inspirasi koruptor," beber Bandot.
Terakhir Bandot menjelaskan bahwa Rumah Gerakan 1998 tengah fokus melakukan kajian mengenai dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Soeharto, kroni dan kerabatnya. Termasuk di dalamnya melakukan upaya sungguh sungguh menuntaskan TAP MPR Nomor XI tahun 1998 yang di dalamnya menyebut dengan jelas nama mantan Presiden Soeharto.
"Hal itulah yang saat ini sedang kita kaji. Ada kebijakan kebijakan hukum yang dibuat Soeherto dan menguntungkan anak anaknya. Semisal kebijakan soal tata niaga cengkeh, jeruk dan vanila, mobil nasional dan masih banyak lagi. Kita sedang hitung dan kumpulkan. Berapa kerugian negara dari kebijakan kebijakan tersebut," demikian penjelasan Bandot.