KPU Siapkan Argumen Hukum Tolak Pencalonan OSO Sebagai Caleg DPD
Mulai Jumat (28/12/2018), Bawaslu RI, menggelar sidang pelanggaran administrasi yang diduga dilakukan KPU.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI siap menghadapi pihak Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang, di sidang beragenda pemeriksaan di Bawaslu RI.
Mulai Jumat (28/12/2018), Bawaslu RI, menggelar sidang pelanggaran administrasi yang diduga dilakukan KPU. KPU dinilai melanggar administrasi, karena tak mematuhi keputusan hukum saat menolak memasukkan OSO ke Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD RI.
Baca: Pria di Malang Gendam Karyawan Toko Pakaian, Awalnya Pura-pura Jadi Pembeli, CCTV Rekam Wajah Pelaku
Komisioner KPU RI, Ilham Saputra, mengatakan pihaknya sudah mempersiapkan jawaban mengenai keputusan tidak mencantumkan OSO sebagai caleg DPD RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) Kalimantan Barat.
"Kami sedang siapkan jawaban terkait itu, karena undangan sudah masuk dari Bawaslu. Kami akan menjawab semaksimal mungkin, kenapa kami memutuskan OSO tidak masukkan ke DCT," kata Ilham, ditemui di kantor KPU RI, Kamis (27/12/2018).
Dia menegaskan, KPU RI berpedoman kepada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/PUU-XVI/2018.
Putusan ini menegaskan mengenai larangan pengurus partai politik mendaftarkan diri sebagai calon anggota DPD RI.
Apabila tetap ingin mendaftarkan diri, maka yang bersangkutan harus mundur terlebih dahulu dari kepengurusan parpol.
Menurut dia, KPU RI menganggap MK adalah lembaga tinggi negara yang memutuskan soal syarat pencalonan anggota DPD RI. Dia menilai, putusan MK itu konstitusional, sehingga memutuskan mengakomodir putusan MK.
Selain itu, pihaknya juga mengakomodir putusan PTUN, dengan cara memberikan kesempatan kepada OSO mendaftar kembali atau kemudian mengundurkan diri dari kepengurusan parpol agar dapat dimasukkan dalam DCT DPD.
Namun, dia menuding, OSO memutuskan tak mau mengundurkan diri dari kepengurusan parpol. Akhirnya, pihaknya memutuskan untuk tidak memasukkannya.
"Iya, apa yang sudah kami argumentasi kan selama ini bahwa putusan MK menjadi landasan kami bersama. Dan juga menjadi langkah kami memutuskan OSO tak bisa lagi masukkan ke DCT," kata dia.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang menempuh jalur hukum melalui membuat laporan ke Bareskrim Polri dan Bawaslu RI atas keputusan KPU RI tidak menyertakan namanya di DCT calon anggota DPD RI dari daerah pemilihan Kalimantan Barat untuk periode Pemilu 2019.
Sebanyak 34 anggota Dewan Pimpinan Daerah DKI Jakarta Partai Hanura yang diwakili Ketuanya, Muhammad Sangaji melaporkan Ketua KPU RI, Arief Budiman dan Komisioner KPU RI, Hasyim Asyari ke Bareskrim Polri dengan nomor LP/B/1649/XII/2018/BARESKRIM.
Arief dan Hasyim dilaporkan ke Bareskrim atas tudingan tidak mau menjalankan putusan pengadilan. Keduanya juga dituduh melakukan tindakan makar. Hal ini, karena mereka tidak menjakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengenai pencalonan OSO, sebagai anggota DPD.
Putusan itu memerintahkan KPU mencabut DCT anggota DPD yang tidak memuat nama OSO. Majelis Hakim juga meminta KPU menerbitkan DCT baru dengan mencantumkan nama OSO di dalamnya.
Selain dilaporkan ke Bareskrim Polri, pihak OSO juga mengajukan dua laporan kepada Bawaslu RI. Laporan pertama dari Dodi S. Abdul Kadir, penasihat hukum OSO melaporkan komisioner KPU RI pada 18 Desember 2018. Pokok laporan terkait KPU RI menerbitkan surat Nomor 1492/PL.01.4-SD/03/KPU/XII/2018 tanggal 08 Desember 2018, perihal pengunduran diri sebagai pengurus Partai Politik bagi calon anggota DPD RI Pemilu tahun 2019.
Dalam laporan pertama, penerbitan surat KPU itu oleh pelapor diduga sebagai pelanggaran hak administratif Pemilu.
Sedangkan, laporan kedua dari Firman Kadir penasihat hukum OSO melaporkan komisioner KPU RI pada 18 Desember 2018. Pokok laporan terkait KPU RI menerbitkan surat Nomor 1492/PL.01.4-SD/03/KPU/XII/2018 tanggal 08 Desember 2018, perihal pengunduran diri sebagai pengurus Partai Politik bagi calon anggota DPD RI Pemilu tahun 2019.
Untuk laporan kedua, komisioner KPU RI dinilai tidak mau melaksanakan terkait putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan gugatan permohonan OSO.