Penyidik KPK Usut Korupsi Dana Hibah KONI Lewat Staf Pribadi Menteri Imam Nahrawi
Kamis (3/1/2019) kemarin, penyidik KPK memeriksa tiga orang saksi, salah satunya adalah staf pribadi Menpora Miftahul Ulum.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Staf pribadi (Sespri) Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi kini jadi bidikan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut dugaan suap dana hibah dari Pemerintah kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) melalui Kemenpora (Kementerian Pemuda dan Olahraga).
Kamis (3/1/2019) kemarin, penyidik KPK memeriksa tiga orang saksi, salah satunya adalah staf pribadi Menpora Miftahul Ulum.
"Saya ditanyain tugas dan pokok fungsi saya sebagai sespri saja. yang lain-lain menunggu perkembangan lebih lanjut," ucapnya usai diperiksa di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (3/1/2019).
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Ulum dimintai keterangan penyidik untuk mendalami peran serta posisinya dalam kepegawaian seperti apa. Misalnya, staf pegawai Kemenpora atau asisten pribadi atau staf pribadi Menteri.
"Ditanya apa yang saksi ketahui terkait dengan hibah di Kemenpora terhadap KONI dan juga bagaimana hubungan atau relasi pertanggungjawaban antara staf Menpora ini dengan Menpora itu sendiri. itu perlu kami dalami dengan pemeriksaan ini," ujar Febri di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (3/1/2019).
Dari penyidikan sejauh ini, KPK telah mengidentifikasi peruntukan dana hibah yang dikucurkan kepada KONI ini akan digunakan untuk pembiayaan pengawasan dan pendampingan atau wasping.
Dipaparkan Febri, dana hibah dari Kemenpora tersebut dialokasikan KONI untuk penyusunan instrumen dan pengelolaan database berbasis android bagi atlet berprestasi dan pelatih berprestasi multi event internasional dan penyusunan instrumen evaluasi hasil monitoring dan evaluasi atlet berprestasi menuju SEA Games 2019.
"Selain itu untuk penyusunan buku-buku pendukung Wasping Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional," ujar Febri.
KPK baru saja menetapkan lima orang sebagai tersangka terkait bantuan penyaluran pemerintah melalui Kementrian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Tahun Anggaran 2018.
Lima tersangka yang ditetapkan sebagai tersangka yakni diduga sebagai pemberi Ending Fuad Hamidy, Sekretaris Jenderal KONI; Jhonny E, Bendahara Umum KONI.
Baca: Merpati Nusantara Airlines Diproyeksikan Terbang Lagi Tahun Ini
Sementara diduga sebagai penerima Mulyana, Deputi IV Kementerian Pemuda dan Olahraga; Adhi Purnomo, Pejabat Pembuat Komitmen pada Kemenpora dan kawan-kawan dan Eko Triyanto, Staf Kementerian Pemuda dan Olahraga dan kawan-kawan.
Diduga Adhi Purnomo dan Eko Triyanto menerima pemberian sekurang-kurangnya Rp318 juta dari pejabat KONI terkait hibah Pemerintah kepada KONI melalui Kemenpora.
Diduga Mulyana menerima uang dalam ATM dengan saldo sekitar Rp100 juta terkait penyaluran bantuan dari pemerintah melalui kementerian Pemuda dan Olahraga kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Tahun Anggaran 2018.
KPK juga menduga, sebelumnya Mulyana juga telah menerima pemberian pemberian lainnya.
Peneriman tersebut yakni pada April 2018 menerima 1 unit mobil Toyota Fortuner, kemudian Juni 2018 menerima sebesar Rp300 juta dari Jhony.
Pada September 2018 menerima 1 unit smartphone Samsung Galaxy Note 9. Dana hibah dari Kemenpora untuk KONI yang dialokasikan adalah sebesar Rp17,9 miliar.
Di tahap awal, diduga KONI mengajukan proposal kepada Kemenpora untuk mendapatkan dana hibah tersebut. Diuga pengajuan dan penyaluran dana hibah sebagai "akal akalan" dan tidak didasari kondisi yang sebenarnya.
Sebelum proposal diajukan, diduga telah ada kesepakatan antara pihak Kemenpora dan KONI untuk mengalokasikan fee sebesar 19,13 persen dari total dana hibah Rp17,9 miliar, yaitu sejumlah Rp3,4 miliar.
Atas perbuatannya, Ending dan Jhony disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncta Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara sebagai pihak yang diduga penerima, Mulyana disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 123 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dlubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Untuk Adhi Purnomo dan Eko disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.