Aktivis 98: Penjahat HAM Harus Bisa Diadili Institusi Negara
Perjuangan para aktivis agar pemerintah menyelesaikan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di masa lalu belum membuahkan hasil.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perjuangan para aktivis agar pemerintah menyelesaikan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di masa lalu belum membuahkan hasil.
Dalam era pemerintahan Jokowi-JK, persoalan penegakkan HAM tidak kunjung rampung.
Bahkan tidak satu pun perkara HAM diproses di Pengadilan HAM Ad Hoc.
"Pelanggaran HAM kalau tidak ditegakkan akan terus jadi mainan politik. Faktanya sudah ada, sekarang ini hanya menunggu bagaimana Jaksa Agung berani mengeksekusi. Presiden back up dan pengadilan HAM Ad Hoc dilakukan segera. Pejabat HAM harus bisa diadili oleh institusi negara," kata Aktivis 98, Harry Purwanto dalam forum diskusi "Tragedi 97-98 Jangan Amnesia" di Jakarta Pusat, Selasa (15/1/2019).
Baca: Tes Kepribadian: Gambar yang Dilihat Pertama Kali Ungkapkan yang Penting Bagimu dalam Cinta
Harry Purwanto menjelaskan, masalah penuntasan HAM masa lalu intinya adalah soal keseriusan pemerintah mau melakukan pengusutan.
Terlebih rekomendasi dari Komnas HAM sudah keluar sejak 2006.
"Komnas HAM merekomendasi jalankan pengadilan HAM Ad Hoc. Jadi Jaksa Agung tinggal menjalankan," kata Harry Purwanto.
Baca: Novel Baswedan: Sangat Mengecewakan Jika Ada Pejabat Berpikir Teror Terhadap Pegawai KPK Kasus Biasa
Sikap Kejaksaan Agung yang dinilai tidak serius menangani pelanggaran HAM disoroti dan menjadi tanda tanya bagi para aktivis HAM.
"Ada apa dari 2006 pengadilan HAM Ad Hoc tidak terlaksana. Jangan salahkan pemerintah saat ini. Jaksa Agung tidak konsen dengan HAM," imbuhnya.
Baca: Resmi Dicoret dari Persib Bandung, Atep Cari Klub Lain dari Luar Negeri agar Tak Lawan Maung Bandung
Terakhir, Harry Purwanto sempat berbagi cerita soal dirinya yang beberapa kali mendemo pemerintah termasuk aksi di Kejaksaan Agung menuntut penuntasan kasus HAM.
Karena vokal menyuarakan penuntasan HAM, Harry Purwanto mengaku sempat dihubungi seseorang dengan nomor tidak dikenal.
Orang itu meminta Harry Purwanto tidak mendemo Soeharto.
"Tahun 2006 saya dihubungi seseorang dengan nomor tidak dikenal. Dia katakan kamu jangan demo Soeharto lagi, atau kamu saya hilangkan. Saya nongkrong di Blok M, taman depan SMA 6, didatangi preman. Itu karena saya demo Soeharto di RSPP," katanya.