Pengamat: Panggung Debat Pilpres Kedua Diambil Jokowi
Analis Politik Sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai debat Pilpres
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Analis Politik Sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai debat Pilpres kedua lebih baik dari debat perdana.
Namun, Pangi berpendapat pada debat kedua kemarin menjadu panggung capres petahana, Jokowi.
"Secara umum, kita melihat bahwa tidak ada pembaruan pikiran, debat belum visioner, enngak ada harapan yang mampu menjawab kegelisahan dan kekhawatiran rakyat," kata Pangi melalui keterangan tertulis, Senin (17/2/2019).
Pangi menjelaskan ada beberapa catatan terkait debat capres putaran kedua.
Pertama, Jokowi sangat detail menjelaskan soal strategi menjaga keseimbangan pangan dan harga, menyenangkan petani dan menjaga stok, soal nelayan, sumber daya laut, energi, lingkungan serta soal konektifitas infrastruktur dan konsistensi infrastruktur yang akan diteruskan.
Baca: Beri Usulan untuk Debat Ketiga pada KPU, Fahri Hamzah: Tidak Perlu Bikin Soal Rahasia Segala
"Performa Pak Jokowi cukup bagus, ada data dan lebih detail, lebih tenang dan lebih menguasai apabila diturunkan pada level operasional serta memberikan contoh sesederhana mungkin dan Jokowi menjawab dengan data. Walaupun ada potensi 'data keliru' yang salah dan bisa 'blunder' seperti
kebakaran hutan dan soal data impor jagung yang disampaikan Jokowi," katanya.
Dalam debat putaran kedua, Pangi melihat Joko Widodo dan Prabowo Subianto menunjukkan gayanya yang berbeda.
Jokowi tampil dengan gaya menyerang atau agresif, sementara Prabowo tampil dengan gaya patriot, negarawan dengan mengeluarkan gagasan atau narasi besar walaupun belum tuntas dijelaskan secara operasional dan teknis misalnya mengatakan bahwa ‘kami punya falsafah dan strategi lain’.
Baca: Dituding Pakai Alat Komunikasi saat Debat Kedua, Jokowi: Ada-ada Saja, Itu Fitnah
Jokowi tampil penuh percaya diri, menguasai materi, dan sempat melakukan serangan terukur dan bahkan serangan menohok pada Prabowo.
Pak Jokowi terlihat lebih banyak belajar dari debat pertama soal konten debat, bahasa atau gaya tubuh, lebih lancar menyampaikan data dan contoh se-sederhana mungkin pada masyarakat kelas bawah.
"Jokowi semakin di atas angin ketika dalam beberapa kesempatan Prabowo malah menunjukkan 'persetujuan' dengan argumentasi Jokowi. Prabowo gagal menunjukkan alternatif lain sebagai tawaran alternatif kebijakan, sangat minim data, Prabowo terjebak pada narasi besar yang tidak mampu dan gagap dioperasionalkan ke dalam program yang lebih detail," ucapnya.
"Pak Jokowi langsung memberikan contoh soal ketegasan beliau dalam soal penegakan hukum. Misalnya langsung memberi contoh soal denda pada perusahaan yang merusak lingkungan. Jokowi langsung ke poin inti, menjelaskan dengan bahasa yang sangat sederhana sudah berapa kilometer jalan tol yang dibangun, irigasi, ratusan waduk di bangun dan proyek infrastruktur lainnya," imbuhnya.
Kedua, kata Pangi, Jokowi tampil lebih ofensif dan galak, Prabowo terkesan lebih bijak dan tak menyerang seperti Jokowi mengatakan Prabowo "jangan pesimis".
Kemudian terkesan Jokowi menyerang pribadi Prabowo soal kepemilikan tanah sebesar 220.000 hektare lahan di Kalimantan dan 120.000 hektare di Aceh Tengah.
"Prabowo menyempatkan di ujung debat mengklarifikasi bahwa 'tanah saya kuasai ratusan ribu hektare benar, itu HGU milik negara, negara bisa ambil, dari pada jatuh ke tangan asing lebih baik saya kelola, saya nasionalis dan patriot'," ujarnya.
Ketiga, dalam debat kedua ini terlihat Prabowo terlalu "berbalas-kasihan" dan terlalu baik pada Jokowi, selama ini sang penantang memainkan strategi menyerang namun Prabowo tak lakukan justru petahana yang ditagih janjinya tampil agresif menyerang.
Baca: Fahri Hamzah Tantang Jokowi Ambil Alih Lahan Asing, Joko Widodo Disebut Panggil Mantan Jenderal
"Prabowo terlalu baik, memuji kerja Jokowi, mestinya Prabowo bisa kritik mengapa bapak 'baru akan' dan 'sedang kami rencanakan', lalu selama ini pak Jokowi ngapaian aja?," tuturnya.
Prabowo mengulangi hal yang sama, yaitu "setuju" dengan petahana menyetujui langkah dan kebijakan pemerintah yang kongkrit dan yang sudah baik dilakukan pemerintah.
Keempat, sangat disayangkan mestinya Prabowo bisa membantah dan konfirmasi ulang apabila ada semburan data yang keliru dan diklarifikasi Prabowo.
Namun Prabowo hanya diam dan tak membantah data Jokowi. Kebijakan Jokowi yang sudah baik "diamini" Prabowo.
"Mungkin Prabowo ingin memberikan pesan makna politis (political meaning) sehingga Prabowo tercitrakan sebagai calon presiden 'negarawan' dan ‘nasionalis’," kata Pangi.
Pangi berpendapat seharusnya Prabowo tampil menyerang atau menyerang balik, mengkritik soal infrastruktur Jokowi.
Tetapi, Prabowo tidak memakai data yang kuat untuk membantah soal infrastruktur kecuali hanya soal MRT Palembang dan Bandara Kertajati, Bandung.
"Mesti Prabowo bisa juga melebar pada narasi rendahnya harga sawit dan karet, beliau enggak mengambil momentum mengambil empati petani karet dan sawit pada konteks harga yang rendah. Tak hanya sekedar bagi-bagi 7 (tujuh) juta sertifikat, Prabowo bisa menanyakan soal lahan rakyat diambil investor dan pemilik modal," paparnya.
Sebagai penantang,Pangi menilai Prabowo gagal mengeksprolasi kegagalan dan titik lemah kebijakan petahana.
Jika Prabowo lebih cermat dengan analisis yang lebih mendalam Prabowo juga bisa memberikan serangan yang cukup merepotkan Jokowi.
"Oleh karena itu, situasi ini menjadikan panggung debat kedua kali ini seperti didominasi dan menjadi panggung milik Jokowi. Ditopang dengan basis data dan uraian capaian dan prestasi, pemaparan Jokowi terkesan lebih rapi, sehingga Jokowi terlihat lebih menguasai masalah," pungkasnya.