Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bacakan Pledoi, Eni Saragih Ingat Anak dan Kewajiban kepada Suami

Sidang beragenda pembacaan pledoi digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Selasa (19/2/2019) sekitar pukul 10.00 WIB.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Bacakan Pledoi, Eni Saragih Ingat Anak dan Kewajiban kepada Suami
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Terdakwa kasus suap PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih mendengarkan keterangan saksi saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (2/1/2019). Sidang dengan terdakwa Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR dari fraksi Golkar Eni Saragih tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi dari pihak Jaksa Penuntut Umum yang salah satunya mantan Menteri Sosial Idrus Marham. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa Eni Maulani Saragih membacakan pledoi terkait tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK terkait kasus proyek PLTU Riau-1.

Sidang beragenda pembacaan pledoi digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Selasa (19/2/2019) sekitar pukul 10.00 WIB.

Berdasarkan pemantauan, majelis hakim memberikan kesempatan kepada Eni untuk terlebih dahulu membacakan pledoi.

Eni membacakan pledoi selama sekitar 10 menit.

Pada saat membacakan pledoi itu, dia menyampaikan permohonan maaf karena sudah terlibat dalam tindak pidana korupsi.

Dia juga mengingat peran seorang ibu membesarkan anak.

Dia mempunyai dua orang anak yang masih duduk di bangku sekolah SMA dan SD, yaitu Maulana Irfan Sufa dan Maulana Wildan Yusuf.

Berita Rekomendasi

Selain itu, dia mengucapkan mengenai kewajiban terhadap suami, yang juga Bupati Temanggung, M Al Khadziq.

Baca: Sofyan Basyir Sebut Sebagai Anggota DPR Eni Saragih Memihak PLN

Selama membacakan pledoi, Eni yang memakai pakaian serba kuning mulai dari jilbab hingga baju itu, secara terbata-bata mengucapkan kata-kata yang tertuang di makalah pledoi.

Setelah membacakan pledoi, dia menyalami satu per satu majelis hakim.

Setelah menyalami hakim, dia menuju ke meja, JPU pada KPK untuk menyalami mereka satu per satu.

Kemudian, tim penasihat hukum menyerahkan kepada majelis hakim, makalah pledoi yang dibacakan Eni.

"Ini langsung pada tuntutan. Kan sudah pembuktian," kata Yanto Ketua Majelis Hakim,

Lalu, tim penasihat hukum Eni membacakan pledoi.

Setidaknya, ada 28 halaman, namun, pihaknya hanya membacakan inti dari pledoi tersebut.

"Setebal 28 halaman," kata penasihat hukum.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK menuntut Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih dituntut 8 tahun penjara.

Pembacaan tuntutan disampaikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Rabu (6/2/2019).

JPU pada KPK, Lie Putra Setiawan, menilai Eni Maulani Saragih telah terbukti menerima uang suap senilai Rp 4,75 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources.

"Menuntut majelis hakim menyatakan terdakwa Eni Maulani Saragih terbukti sah dan meyakinkan bersalah," tutur Lie saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (6/2/2019).

Selama persidangan terungkap uang itu diberikan agar Johannes mendapat proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau (PLTU Riau-1).

Proyek PLTU Riau-1 sedianya akan dikerjakan oleh PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company. Perusahaan itu dibawa langsung oleh Kotjo.

Tuntutan berupa pemberian hukuman pidana penjara selama 8 tahun ditambah hukuman berupa membayar denda senilai Rp 300 juta. Spatula tidak dipenuhi maka diganti dengan kurungan 4 bulan penjara.

"Mewajibkan membayar denda Rp 300 juta dan subsider 4 bulan kurangan," tutut JPU pada KPK.

Selain itu, JPU pada KPK menuntut Eni membayar uang pengganti senilai Rp 10,35 miliar dan SGD 40 ribu. Uang itu diperhitungkan dari sebagian uang yang telah dikembalikan ke KPK.

Nantinya, kata JPU pada KPK apabila tidak dibayarkan maka akan diganti dengan kurungan satu tahun penjara.

Setelah menjalani hukuman, Eni dikenakan pidana tamabahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik.

"Pencabutan hak untuk dipilih selama lima tahun setelah menjalani pidana pokok," tambah JPU pada KPK.

Selain menerima suap, Eni juga menerima gratifikasi sebesar Rp5,6 miliar dan SGD40 ribu dari beberapa direktur dan pemilik perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas (migas).

Akibat perbuatan itu, Eni didakwa melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas