Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Setelah Surabaya dan Sidoarjo, Wanita Jadi Pembom Bunuh Diri di Sibolga, Mengapa Wanita Dikorbankan?

Ini karena peran istri atau perempuan dalam aksi-aksi radikalisme saat ini sangat dominan, kata pengamat.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Setelah Surabaya dan Sidoarjo, Wanita Jadi Pembom Bunuh Diri di Sibolga, Mengapa Wanita Dikorbankan?
Tribun Medan
Suasana saat Tim Densus 88 Anti Teror Mabes Polri dan Tim Gegana lakukan penggeledahan yang diduga bahan peledak seberat 30 Kg di kediaman rumah Simanjuntak, Jalan Kutilang, Kelurahan Aek Habil, Kecamatan Sibolga Selatan. TRIBUN MEDAN 

Pengamat Terorisme, Sofyan Tsauri, menyebut aksi meledakkan diri yang dilakukan Solimah, istri terduga teroris Husain alias Abu Hamzah, memberi pesan khusus kepada para pelaku terorisme lainnya, khususnya perempuan.

"Itu pesan tersirat untuk perempuan dan laki-laki, 'Apa iya nggak ada laki-laki yang bermain? Enggak malu anthum sama perempuan? Perempuan sudah bermain," ujar Sofyan Tsauri yang juga merupakan bekas narapidana terorisme, kepada BBC News Indonesia, Kamis (14/03).

"Jadi kasus ini akan memicu perempuan-perempuan beraksi, akan berlanjut," sambungnya.

Dari pengamatannya, peran perempuan yang berafiliasi dengan kelompok ISIS sangat dominan. Bahkan dalam beberapa kasus yang ia temui, perempuan atau istri bisa mendorong suaminya agar melakukan 'amaliyah' ke Suriah.

"Dalam kelompok radikal seperti ISIS, perempuan begitu dominan, betul-betul mempunyai semangat yang tinggi daripada laki-lakinya," jelasnya.

"Karena beberapa kali kita lihat kasus terorisme, justru perempuan yang menawarkan."

Lebih jauh ia mengatakan, mayoritas para terduga teroris perempuan terdoktrin oleh pasangannya dan jika sudah terpapar pemahaman radikalisme sulit untuk diredam. Itu mengapa, Sofyan mengaku tak kaget dengan aksi Solimah yang memilih meledakkan diri ketimbang mengikuti bujukan suaminya agar menyerah.

Berita Rekomendasi

"Sekalinya terdoktrin sulit lepasnya. Maka apapun, siapapun sampai suami tidak bisa memediasi, tidak akan diterima. Mereka memilih mati daripada menyerahkan diri."

Untuk itu, ia menyarankan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) agar merancang strategi khusus untuk menderadikalisasi pelaku teror perempuan. Sebab selama ini objek deradikalisasi lebih menyasar laki-laki.

"Karena kalau perempuan sudah didoktrin, sangat kuat apalagi ini masalah keyakinan. Jadi nggak kalah strong," ujarnya.

Setidaknya sejak 2016 lalu fenomena pelibatan perempuan dalam aksi terorisme terbaca pada penangkapan Dian Yulia Novi dan Ika Puspitasari. Keduanya adalah mantan buruh migran di luar negeri dan diduga berafilisasi dengan ISIS.

Dalam pemeriksaan di Polisi, Dian disebut akan menjadi pembom bunuh diri di sekitar Istana Negara, sedangkan Ika akan melakukan aksi bom bunuh diri di Bali.

Adapun tahun lalu, Dita Oepriarto dan Puji Kuswati menjadi pasangan suami istri bom bunuh diri pertama di Indonesia. Dita mengajak istri dan anak-anaknya meledakkan bom di gereja di Surabaya, Jawa Timur. Disusul keluarga Anton Ferdiantono di Rusun Wonocolo, Sidoarjo.

Halaman
123
Sumber: BBC Indonesia
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas