Terkait Jokdri, IPW Berharap Satgas Tidak 'Masuk Angin'
“Tahan Jokdri, jangan sampai Satgas ‘masuk angin’,” kata Neta S Pane dalam rilisnya, Rabu (20/3/2019) malam.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mendesak Satuan Tugas (Satgas) Antimafia Bola Polri segera menahan Joko Driyono, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) yang menjadi tersangka pengrusakan barang bukti perkara match fixing atau skandal pengaturan skor pertandingan yang dilaporkan mantan Manajer Persibara Banjarnegara Lasmi Indaryani.
Jokdri, panggilan akrabnya, Kamis (21/3/2019), akan diperiksa sebagai tersangka untuk kelima kalinya.
“Tahan Jokdri, jangan sampai Satgas ‘masuk angin’,” kata Neta S Pane dalam rilisnya, Rabu (20/3/2019) malam.
Baca: Satgas Anti Mafia Bola Percepat Pemeriksaan Joko Driyono pada Pekan Ini
Menurut Neta, jika melihat kasus yang melibatkannya, yakni menyuruh seseorang merusak atau menghilangkan barang bukti, seharusnya Jokdri sebagai tersangka sudah ditahan sejak awal.
“Alasan polisi tidak menahan Jokdri karena ancaman hukumannya di bawah lima tahun, itu tidak bijak. Jika melihat latar belakang kasusnya, yang bersangkutan harus ditahan,” tegasnya.
Jokdri ditetapkan sebagai tersangka sejak 15 Februari 2019, maka kata Neta, sungguh ironis bila hingga kini belum ditahan, apalagi tiga tersangka yang disuruh Jokdri merusak barang bukti sudah ditahan.
“Ini bisa mencoreng nama Satgas, bahkan bisa berkembang menjadi spekulasi liar bahwa Satgas ‘masuk angin’,” cetusnya.
Penyidik, diakui Neta, memang memiliki alasan obyektif dan subyektif untuk menahan atau tidak menahan seorang tersangka.
Alasan obyektif itu ialah ancaman hukumannya kurang dari lima tahun, sebagaimana tertera dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang (UU) No 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Adapun alasan subyektifnya adalah tersangka bisa melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya, sebagaimana tertera dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP.
“Mestinya penyidik memilih menggunakan alasan subyektif karena lebih dominan,” saran Neta sambil merujuk tersangka lain yang sudah ditahan seperti Ketua Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI Jawa Tengah Johan Lin Eng yang juga anggota Komite Eksekutif PSSI, dan anggota Komisi Disiplin (Komdis) PSSI Dwi Irianto alias Mbah Putih. Satgas telah menetapkan 16 orang sebagai tersangka.
Apalagi dari sisi keadilan masyarakat, lanjut Neta, sangat “njomplang” bila dibandingkan dengan maling sandal atau maling ayam yang begitu tertangkap langsung dijebloskan ke penjara kendati ancaman hukumannya cuma tiga atau empat bulan.
“Rasa keadilan masyarakat bisa terusik,” tukasnya.
Dengan menahan Jokdri, imbuh Neta, Satgas Antimafia Bola bahkan bisa melakukan percepatan penyidikan kasus lainnya yang juga diduga melibatkan Jokdri, yakni match fixing dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“Penyidikan kasus lainnya akan lebih cepat bila tersangka ditahan,” terangnya.
Neta juga menyoroti kasus match fixing lainnya yang diduga melibatkan Wakil Ketua Umum PSSI Iwan Budianto, dan Manajer Madura United Haruna Soemitro yang kini terkesan mandeg.
“Jangan sampai Satgas dituding ‘masuk angin’,” tandasnya.
Jokdri, sebagai aktor intelektual pengrusakan barang bukti perkara match fixing, dijerat tindak pidana pencurian dengan pemberatan dan/atau memasuki dengan cara membongkar, merusak atau menghancurkan barang bukti yang telah dipasang garis polisi oleh penguasa umum.
Hal itu diatur dalam Pasal 363 KUHP dan/atau Pasal 265 KUHP dan/atau Pasal 233 KUHP. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.